February 03, 2018

“Patah Hati” yang Lain



Sebenarnya saya sedih. Tapi mau bagaimana lagi. Semua ini memang kesalahan saya sendiri.


Ceritanya, laptop saya mengalami masalah dengan baterainya. Ketika di-charging baterainya masih dan selalu menunjukkan 0% available (plugged in, charging) berapa pun lamanya. Ketika charger dilepas, laptop juga tak menyala. Ia akan menyala hanya jika di-charging. Sedih. Pengalaman pahit yang kedua kalinya setelah dulu pernah terjadi pada laptop adik saya.

Saya coba mengingat-ngingat kesalahan apa yang telah saya lakukan pada si laptop. Saya menduga terakhir kali menggunakan laptop dalam keadaan low battery. Saya matikan laptop karena ada kepentingan lain dan saat itu tak segera saya charging. Dan keadaan itu berlangsung agak lama. Saya tak menggunakan laptop dalam kurun waktu lama dan juga tak punya niatan segera men-charging laptop meskipun tidak memakainya. Jadi, mungkin perlakuan inilah yang membuat laptop saya benar-benar dalam keadaan baterai 0% dan tak berfungsi lagi untuk di-charging. Apesnya lagi, jenis baterai laptop saya ini adalah baterai tanam, yg tidak bisa dibongkar pasang seenaknya. Semakin sedihlah saya.


Ketika kita tak mampu merawat barang kita dengan baik, sakitnya tuh tak jauh berbeda dengan sakitnya patah hati.


Pertama mengetahui keadaan menyedihkan ini, saya benar-benar terluka. Ingin menangis tak mampu meneteskan air mata. Hanya penyesalan. Mengingat usia laptop ini dari pertama saya membelinya masih sekitar 2,5 tahun. Lagi, saya membelinya dengan uang gajian saya sendiri. Jujur, ini bisa dikatakan pertama kali saya membeli barang di atas 1 juta dengan uang sendiri. Benar-benar patah hati.

Rasanya setiap melihat laptop ini sekarang, hati saya sakit. Akhirnya, saya menaruhnya di dalam lemari agar tak sering terlihat oleh mata saya. Baru sekarang ini saat saya menggunakannya untuk mengetik tulisan ini saya membukanya kembali sambil menyediakan hati yang lapang, menerima akibat dari kelakuan saya. Melawan rasa sedih dan sakit itu. Mensyukuri hal yang masih bisa disyukuri bahwa laptop ini masih bisa digunakan walaupun sekarang bergantung pada charger. Tidak masalah. Boleh sedih, tapi tak berlarut-larut. Ku harus move on.

Saya gak terlalu paham dunia IT. Jadi, saya juga bingung apakah laptop ini masih ada harapan diperbaiki. Jika iya, bagaimana prosesnya. Saya terlalu pusing untuk mencari info lewat Google. Barangkali dari pembaca ada yang paham, bisa memberi saran, terima kasih. Sebagai info, merk laptop saya adalah Asus. Lebih detail wujud dan deskripsi produknya saya tampilkan dalam bentuk gambar. 






~Wenny Pangestuti~