Angin
sepoi-sepoi membelai lembut bulir-bulir padi di sawah itu. Di sebuah gubuk di
tengah hamparan sawah, terduduklah seorang gadis sambil mengoreskan penanya
pada sebuah buku yang identik dengan warna coklat muda. Tinggal beberapa kalimat
lagi, maka semuanya akan selesai, buku itu siap beralih tangan.
Di
sudut lain, satu per satu orang di halaman rumah tersebut disalami oleh pria
itu. Yang laki-laki dewasa disalami lalu dipeluknya hangat. Yang perempuan
dewasa, cukup disalami. Lalu yang anak-anak, disalami sambil dikoyak-koyak
lembut rambutnya, atau mengusap lembut kerudungnya. Ini saatnya perpisahan
dengan keluarga besar itu setelah sekian hari ia menghabiskan waktu tinggal di
sana. Semua telah tersalami, tetapi ada satu yang belum. Entah kemana, sosok
yang dimaksud tak ada di tempat. Semua menanyakan keberadaannya. Padahal ia
tahu ini hari pria itu berpamitan pulang ke tempat asalnya.
“Titip
salam saya untuk Wenny”, ucapnya tanpa
meninggalkan senyum identiknya. Usai mengucapkannya, ia perlahan menuju mobil
yang akan membawanya pergi menuju stasiun.
Tak
berapa lama ia melangkahkan kaki, terdengar derap langkah seseorang berlari.
Wenny. Ia menyusul. Tepat beberapa meter di hadapan pria itu, gadis itu
berhenti diiringi hembusan nafas yang beritme cepat.
Pria
itu tersenyum, “Aku pamit.”
Setelah
ritme nafasnya cukup stabil untuk berkata, Wenny hanya tersenyum sederhana dan memandang dengan sudut pandang ke
bawah. Ia tak pernah berani melihat langsung ke arah lawan bicaranya. Tiba-tiba
kedua tangannya menyodorkan sebuah buku bersampul coklat muda. Pria itu
mengernyitkan alisnya, tak mengerti.
“Apa ini?”
Lama
tak menjawab, Wenny perlahan mengangkat kepalanya, lalu mulai berkata,
“Semua...semua yang pernah kamu ceritakan. Lengkap di sini. Aku menuliskannya semua di sini.
Cerita-cerita yang luar biasa. Cerita-cerita yang belum
pernah kudengar sebelumnya. Cerita yang tidak
boleh kamu lewatkan pada setiap orang yang kamu jumpai.”
Pria
itu sedikit terkejut dan perlahan meraih buku coklat muda
itu. Lalu ia kembali tersenyum identik, “Great! Terima kasih.”
Seperti
teringat pada sesuatu, pria itu berbalik arah, berjalan menuju mobil lalu
mengambil sesuatu dari
dalam tasnya.
“Ini!”
Ia menyodorkan sebuah benda elektronik. Berganti, kini Wenny yang mengernyit
tak mengerti. Pria itu menjelaskan, “ Cerita-cerita yang belum aku tuturkan...”
Wenny
meraih benda tersebut, yang tak lain adalah perekam suara. Wenny mengamatinya agak
lama, lalu melihat ke arah pria itu sambil tersenyum sederhana,” Terima kasih.”
Pria
itu pun kembali berpamitan pada setiap orang
di sana. Ketika hampir memasuki mobil, ia berbalik arah kembali. Telunjuk
tangan kanannya menunjuk ke arah Wenny
lalu berkata, “Menulis-Bertutur,” bergantian, telunjuknya menunjuk ke arah
dirinya.
Wenny
tersenyum sederhana lalu menirukan lengkap dengan
gerakannya, “Bertutur-Menulis”.
“Senang berkenalan denganmu.”
“So do I.”
Tangan yang biasa yang menggenggam
mata yang terus menatapku
bibir yang selalu tersenyum
kau selalu disini
peluk yang tak ingin lepas
jari yang belai keningku
pundak tempatku bersandar
kau selalu disini
kini kita harus berpisah
jarak waktu mempermainkan kita
ku disini dan kau disana
tapi ku tak sendiri
suara kau dihati
terbawa di mimpi
walau kau disana
aku tak sendiri
ada kau dihati
ada kau dihati
aku tak sendiri
kau selalu bersama aku
mata yang terus menatapku
bibir yang selalu tersenyum
kau selalu disini
peluk yang tak ingin lepas
jari yang belai keningku
pundak tempatku bersandar
kau selalu disini
kini kita harus berpisah
jarak waktu mempermainkan kita
ku disini dan kau disana
tapi ku tak sendiri
suara kau dihati
terbawa di mimpi
walau kau disana
aku tak sendiri
ada kau dihati
ada kau dihati
aku tak sendiri
kau selalu bersama aku
kekuatanmu buatku tangguh
percayamu buatku yakin
kemana pun dimana pun ada kau di hati
percayamu buatku yakin
kemana pun dimana pun ada kau di hati
kini kita harus berpisah
jarak waktu mempermainkan kita
ku disini dan kau disana
tapi ku tak sendiri
suara kau dihati
terbawa di mimpi
walau kau disana
aku tak sendiri
ada kau dihati
ada kau dihati
aku tak sendiri
ku simpan disini
kau selalu bersama aku
jarak waktu mempermainkan kita
ku disini dan kau disana
tapi ku tak sendiri
suara kau dihati
terbawa di mimpi
walau kau disana
aku tak sendiri
ada kau dihati
ada kau dihati
aku tak sendiri
ku simpan disini
kau selalu bersama aku
[Dikutip dari lirik lagu Sherina Munaf yang berjudul “Ada”]
~Wenny Pangestuti~
No comments :
Post a Comment