Aku
bersyukur terlahir sebagai generasi 90an. Karena di era 90an, kami sebagai
anak-anak masih belum terlalu terkontaminasi oleh gadget. Kami masih suka bermain di luar rumah, baik di kala siang hari
selepas pulang sekolah, sore hari, maupun malam hari. Tak jarang teriakan para
orang tua mewarnai keceriaan kami di saat asyik bermain, seperti “Ayo, pulang
tidur siang!”, Ayo, pulang, mandi dulu!”, “Ayo pulang, ngaji!” atau, “Jangan berisik sudah malam, ayo leren (berhenti)!” Permainan
yang kami mainkan pun bemacam-macam, mulai yang
dilakukan secara bersama-sama, seperti gobak sodor, petak umpet, lompat tali,
kempyeng, bekel, kartu remi, engklek dan lain-lain
hingga yang dilakukan sendiri, seperti bongkar pasang.
Karena
aku perempuan, permainan yang cukup berkesan adalah permainan rumah-rumahan dari tanah. Kita membuat semacam denah rumah dengan
membentuk tanah sedemikian rupa. Ada ruang tamunya, ruang keluarga, ruang
makan, kamar mandi, ruang tidur, hingga dapur. Kita membentuk gundukan kecil tanah yang
memanjang sebagai dindingnya, lalu gundukan
tanah lain sebagai kursi, meja, kasur,
toilet, dan lain-lain. Permainan ini kadang kumainkan secara sendiri, kadang juga bersama teman-teman. Setelah rumah jadi, kami bermain peran-peranan
sebagai pemilik rumah. Biasanya kami menggunakan lidi sebagai orangnya atau
orang-orangan dari permainan bongkar
pasang yang terbuat dari kertas. Begitulah cara kami memainkannya hingga bosan.
Kalau
dipikir-pikir, permainan tersebut unik dan kreatif juga ya. Ada kaitannya dengan ilmu merancang denah bangunan. Tanpa
sadar, ketika anak-anak memainkannya, ia
mengembangkan imajinasinya tentang dunia arsitektur. Jika para orang tua peka
dan senantiasa memantau apa yang sering dimainkan anak-anaknya, mereka bisa menggali minat dan bakat anak lalu mengarahkannya
sehingga anak-anak dapat terbimbing apa yang menjadi keinginan dan
cita-citanya.
Aku gak
tahu apakah permainan rumah-rumahan dari
tanah ini masih dimainkan anak-anak zaman sekarang atau tidak. Yang kutahu, anak-anak di sekitar rumahku belum ada yang pernah memainkannya. Tapi, aku cukup senang karena anak-anak di sekitar rumahku masih banyak yang
suka bermain di luar rumah sambil tertawa ceria dan berteriak nyaring, seperti
bermain petak umpet, masak-masakan, bulu tangkis, bola, jalan-jalan di desa,
lompat tali, bersepeda, dan lain-lain. Walaupun tak dipungkiri beberapa dari
mereka ada yang berkeinginan mempunyai iPad supaya bisa bermain games, atau sudah mulai ketagihan playstation, hingga pergi ke warnet untuk
main games atau nonton video-video.
Bermain
memang terkesan hanya bersenang-senang, tapi dengan bermain sebenarnya anak-anak juga dapat
sambil belajar. Belajar yang tidak hanya dibatasi oleh tembok dan papan tulis,
tapi belajar yang dapat mengekslopari gerak , imajinasi , dan rasa mereka. Sebagai orang dewasa, alangkah bijak bila kita tak mengabaikan begitu saja anak
bermain, tapi dapat membimbing dan memantau apa yang dimainkan anak. Yang di
sanalah kita dapat mengali hingga mengarahkan apa yang menjadi potensi, minat
dan cita-cita masa depannya. Mari bermain dan
belajar!
"Tulisan ini diikutkan dalam Giveaway Permainan Masa Kecil yang
diselenggarakan oleh Mama Calvin dan Bunda Salfa"
~Wenny Pangestuti~
4 comments :
sering dulu main rumah2an dari tanah
trus pakai boneka atau mainan bongkar pasang jadi org2annya :)
dulu asyik ya bebas bisa main tanah, skr tanahnya tergantian sama aspal . Terima kasih sudah berpartisipasi ya
Sekarang kayaknya udah susah yaa nyari tanah bersih yang bisa buat mainan.. :')
Yup, anak-anak belajarnya dari bermain atau sambil bermain. Itu yang sering dilupakan orang tua (termasuk saya :()
Post a Comment