Sebagian
dari kita mungkin ada yang menilai anak-anak hanyalah anak-anak, yang
pendapatnya atau perkataannya hanyalah sebagai candaan, tidak perlu menjadi
bahan pertimbangan. Bila benar demikian, maka penilaian kita perlu diluruskan.
Karena, salah satu poin yang menjadi metode mendidik anak ala Nabi Shallallahu
‘alayhi wa Sallam adalah menunaikan hak anak dan menerima kebenaran darinya.
Berikut
ini adalah kutipan dari buku Prophetic
Parenting, Cara Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam Mendidik Anak, karya Dr.
Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, terkait poin Menunaikan Hak Anak.
Menunaikan hak anak dan menerima kebenaran darinya dapat menumbuhkan
perasaan positif dalam dirinya dan sebagai pembelajaran bahwa kehidupan itu
adalah memberi dan menerima. Di samping itu juga merupakan pelatihan bagi anak
untuk tunduk kepada kebenaran sehingga dia melihat suri teladan yang baik di
hadapannya. Membiasakan diri dalam menerima dan tunduk pada kebenaran membuka
kemampuan anak untuk mengungkapkan isi hati dan menuntut apa yang menjadi
haknya. Sebaliknya, tanpa hal ini akan menyebabkannya menjadi orang yang
tertutup dan dingin.
Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dan ad-Dailami dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu
‘anhu, ia berkata:
- Aku berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, “Ajarilah aku beberapa kalimat yang bersifat universal dan bermanfaat.” Beliau bersabda, “Beribadalah kepada Allah dan janganlah engkau sekutukan Dia dengan sesuatu apa pun. Selalu berpeganglah dengan al-Qur’an dalam kondisi apa pun. Terimalah kebenaran dari siapa pun yang membawanya, baik masih anak-anak atau sudah dewasa, walaupun kamu benci dan jauh. Tolaklah kebatilan dari siapa pun yang membawanya, baik masih anak-anak atau sudah dewasa, walaupun kamu cintai dan dekat.”
Di antara hak anak adalah menjadi imam dan pemimpin apabila dia memiliki
kemampuan dan pengetahuan yang memadai untuk itu.
Salafus – saleh selalu menerima persaksian dan kebenaran dari anak-anak apa
pun bentuknya.
Abu Hanifah rahimahullah melaksanakan nasihat seorang anak kecil. Beliau
melihat seorang anak kecil sedang bermain dengan lumpur. Beliau katakan,
“Hati-hati, jangan sampai terjatuh ke dalam lumpur.” Anak kecil itu balik
berkata kepada imam agung ini, “Berhati-hatilah Anda dari terjatuh (salah dalam
memberi fatwa), karena jatuhnya seorang ulama adalah jatuhnya seluruh dunia.” Mendengar
perkataan ini, tubuh Abu Hanifah gemetar. Setelah mendengar nasihat dari anak
kecil tersebut, beliau tidak lagi mengeluarkan fatwa, kecuali setelah melakukan
penelitian mendalam bersama murid-muridnya selama satu bulan penuh.
Ketika Umar bin Abdul Aziz dilantik sebagai khalifah, banyak delegasi
berdatangan memberikan selamat atas jabatan barunya itu. Juru bicara salah satu
delegasi adalah anak muda yang berbicara mewakili delegasinya. Khalifah Umar
berkata, “Apakah mereka tidak menemukan seseorang yang lebih tua usianya
darimu?” Dia menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, kalau memang yang menjadi tolak
ukur adalah tuanya usia, tentu yang menduduki jabatanmu sekarang ini adalah
orang yang lebih tua darimu. Wahai Amirul Mukminin, tidakkah engkau tahu bahwa
manusia itu dinilai dari dua bagian terkecil dari tubuhnya: lidah dan hati?”
Khalifah Umar berkata, “Berilah aku nasihat, wahai anak kecil.” Dia pun
memberinya nasihat sampai sang khalifah menangis.
Nah, itu tadi kutipan
menarik yang bisa kita ambil pelajaran bahwa salah satu bentuk tanggung jawab
kita dalam mendidik anak dengan baik adalah menunaikan haknya dalam
menyampaikan kebenaran dan kita sebagai yang lebih tua tidak ada salahnya mendengar
dan menerima kebenaran tersebut. Karena yang namanya hidayah atau kebenaran
kita tidak pernah tahu bagaimana jalannya sampai kepada kita atau melalui apa
dan siapa perantaranya. Bisa jadi melalui lisan seorang anak kecil. Sebagai orang
tua, sebuah pelajaran penting untuk mau mendengar perkataan anak dan selalu
menanggapinya dengan baik karena didengar dan direspon itu adalah hak anak yang
penting kita berikan kepadanya sehingga anak akan tumbuh menjadi pribadi yang
percaya diri dalam menyampaikan pendapat dan kebenaran. Semoga Allah
menganugerahi kita anak-cucu yang berani menyampaikan kebenaran dan giat
berdakwah. Aamiin.
~Wenny
Pangestuti~
3 comments :
Masya Allah lidah anak kecil yang lebih suka ceplas ceplos polos untuk seseorang yang berilmu dan bijak bisa jadi perenungan yang panjang ya mbak.
@lakaranminda: iya benar. orang dewasa yg tidak sombong krn siap dan berani menerima kebenaran dari siapa pun termasuk anak kecil :)
setuju mbak Wenny dengan tulisan ini. sebagai orang yang ngakunya dewasa, kita juga jangan malu untuk belajar dari anak kecil, belajar sikap jujurnya, patuhnya, dan lain-lain. kadang sebagai orang dewasa, mereka cenderung tidak mau dibandingkan atau belajar dari yang muda, bebal. padahal kita semua adalah guru, kita semua adalah murid.
Post a Comment