Pada Ramadhan tahun lalu ada sebuah sinetron yang menarik hatiku, yaitu “Di Bawah Lindungan
Abah”. Aku suka dengan sinetron yang ditayangkan di TransTV tersebut. Kisahnya
menarik. Aku tidak bisa menjelaskannya dengan detil, tetapi aku cukup terkesan
dengan ceritanya.
Ada perasaan sedih juga kasihan melihat sosok Abah Delon,
seorang ayah sekaligus ustadz, namun tuna netra. Ustadz
Delon bukan sosok ayah yang biasa. Beliau konsisten dan tegas dalam
menyampaikan kebenaran, termasuk melindungi putri-putrinya, khususnya Yasmin.
Melihat sinetron ini aku menjadi terbawa perasaan sayang pada sosok Ustadz
Delon sebagai seorang ayah.
Di sisi lain, aku juga terkesan dengan kisah Yasmin dan
Gaza. Dua orang yang berbeda latar belakang. Yasmin, putri seorang ustadz.
Sedangkan Gaza, putra dari pengusaha diskotik. Kisah cinta yang tidak mudah,
namun dalam. Mengendalikan perasaan demi tetap berpegang pada hukum syara’.
Yasmin lebih mempercayakan dirinya di bawah lindungan abah. Sedangkan Gaza
meyakini pertemuannya dengan Yasmin pasti ada maksud dalam merubah jalan
hidupnya yang kelam.
Episode demi episode yang kusaksikan membuatku semakin
sedih. Sedih melihat perjuangan Gaza mencari arti hidup dan bersabar menjalani
proses hijrahnya yang berliku. Juga pilu melihat perjalanan cinta Gaza dan
Yasmin. Rasa penasaran pada ending
ceritanya menciptakan dugaan-dugaan yang menggema dalam diriku. Akankah mereka berjodoh? Akankah Gaza bersanding dengan Yasmin atau
justru masa akhir hidupnya yang lebih mendahuluinya? Akankah hati Yasmin terbuka untuk Gaza atau justru untuk Zuna, tetangga sekaligus
anak seorang tokoh masyarakat yang iri dengan Ustadz Delon?
Sehari sebelum lebaran, tepatnya pada malam takbiran, aku
menyaksikan episode terakhir serial TV tersebut. Akhir yang menyedihkan, namun
juga membahagiakan. Sedih karena terbawa perasaan. Bahagia karena ceritanya
beralur benar.
Ternyata takdir Gaza bertemu dengan-Nya lebih mendahului
dari takdirnya bertemu dengan jodohnya. Namun, semua berakhir dengan
menenangkan karena Gaza menemui-Nya di saat ia telah melepaskan diri dan
keluarganya dari jeratan harta haram. Gaza menikmati manisnya keindahan melihat
ibunya mengikuti jalan kebenaran walaupun sebelumnya mereka harus rela
kehilangan sosok ayahanda tercinta.
Saya senang karena ceritanya ini tidak memaksakan diri
untuk membuat ending bahwa Gaza dan
Yasmin harus bersanding bersama dan hidup bahagia. Walaupun sebenarnya Yasmin
menyukai Gaza dan Gaza pun menyukainya, tetapi skenario tetap mengalurkan Gaza
lebih dahulu menemui ajalnya, membawa cinta yang lebih indah, cinta pada
Penciptanya, Allah subhanallahu ta’ala.
Mungkin deskripsiku ini terlihat sama saja dengan kisah
cinta pada umumnya. Tetapi sebenarnya tidak sebiasa itu juga. Tulisanku mungkin
tidak mampu mewakili atau menyeimbangi apa yang aku rasakan dan apa yang aku
pikirkan.
Aku selalu berharap dapat bertemu dengan orang-orang spesial
dan luar biasa; orang-orang yang menarik dan unik; yang dapat memberi
arti dalam hidup; yang dapat menciptakan perasaan
yang tidak sederhana begitu saja muncul, tapi berliku dan mendalam.
Sebagaimana perasaan Yasmin terhadap Gaza. Wallahu’alam bi shawab.
Takdir kita bertemu dengan jodoh di dunia bisa saja lebih
didahului takdir kita bertemu dengan-Nya. Maka pendekatan pertama seorang hamba
adalah pendekatan pada Tuhannya. Ketika seorang hamba telah menjadi hamba
terdekat dengan-Nya, mudah bagi Allah untuk mendekatkan apa yang menjadi
kehendak-Nya untuk hamba-Nya.
Itu kurang lebih kesimpulan bijak yang bisa kupetik dari
serial TV tersebut.
Cinta tidak harus dan selalu memiliki. Cinta adalah
ketika kita bisa mengendalikan diri seiring dengan batasan agama. Maka,
sebaik-baik penutup yang bisa kusampaikan adalah mengajak semua berdoa:
Ya Allah, kamiberpasrah pada-Mu. Hidup kami, mati kami, rezeki kami, jodoh kami ada dalam kehendak-Mu. Karuniakanlah kami pilihan terbaik dari-Mu. Ikhlaskanlah kami menerima kehendak-Mu. Aamiin yaa Rabb.
Hidup adalah perjalananku
yang diberikan oleh Tuhanku
Mati pun juga itulah hak-ku
yang ditentukan oleh Tuhanku
Bilaku terjatuh bangunkan aku
Bilaku lupa sadarkan aku
Selamanya ku ikhlas untuk-Mu
jika memang kuharus mati
Tapi maaf segala dosaku
jangan tulis kesalahanku
Hidup adalah perjalananku
yang diberikan oleh Tuhanku
Bilaku terjatuh bangunkan aku
Bilaku lupa sadarkan aku
Takkan pernah ada yang mampu
bisa jalani hidup tanpa kehendakMu
Dan manusia hanyalah
bisa berusaha jalani hidup
[Dikutip dari lagu “Arti Hidup” by
Setia Band feat Celcia,
OST. Di Bawah Lindungan Abah]
~Wenny Pangestuti~
2 comments :
Orang bisa belajar dari sinetron ya, Mbak Wenny. Saya tidak setuju kalau ada orang yang mengatakan semua acara televisi tidak bagus Pada kenyataannya toh ada juga yang bagus.
Oya selamat menjalankan ibadah puasa Ramadhan ya Mbak Semoga semua amalan bernilai ibadah :)
kalau bulan ramadhan aku suka nonton para pencari Tuhan sih wen :)
Post a Comment