“Ya Tuhan-ku, sesungguhnya tulangku telah
lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam
berdoa kepada Engkau, ya Tuhan-Ku...”
(Petikan
doa Nabi Zakariyah dalam surat Maryam [19]: 4)
Aku
bersyukur dulu saat masih awal-awal menjadi mahasiswa menyisihkan uang untuk
membeli al-Qur’an dan Terjemahannya. Aku selalu membaca al-Qur’an disertai
membaca artinya. Hal itu kulakukan agar aku mengerti arti ayat yang aku baca.
Ini kulakukan sejak di bangku sekolah menengah atas dan alhamdulillah tetap
terpelihara hingga sekarang. Sebelumnya di rumah hanya ada dua buah al-Qur’an
tanpa terjemahannya. Pada saat aku menginjak bangku SMA, seorang kerabat dari
orang tua meminjamkan sebuah al-Qur’an dan Terjemahannya. Sejak itulah, aku
memulai aktivitas membaca al-Qur’an disertai membaca artinya per ayat. Hal ini
kulakukan sebab seiring beranjaknya aku dewasa aku berpikir bagaimana bisa
al-Qur’an menjadi pedoman hidup seorang muslim bila ia membacanya saja, tapi
tak mengerti isi di dalamnya. Dari sanalah betapa butuhnya aku membaca al-Qur’an
beserta artinya. Tentunya sebagai tambahan, kita juga butuh mengkaji lebih
dalam mengenai kandungan ayat di dalam al-Qur’an agar tidak sekadar mengerti,
tetapi juga memahaminya. Bila sudah memahaminya, tentu harus mengamalkannya dan
tak lupa mendakwahkannya pada yang lain. Dengan demikianlah al-Qur’an akan
benar-benar menjadi pedoman hidup bagi seorang muslim.
Membaca
al-Qur’an beserta terjemahannya membuatku lebih nyaman dan tenang. Ada seperti
pencerahan yang kudapat, entah itu berupa kabar gembira yang Allah firmankan
ataupun berupa peringatan.
Aku
selalu mengupayakan rutin membacanya. Habit yang alhamdulillah konsisten aku
pelihara adalah membaca al-Qur’an dan terjemahannya selepas shalat Maghrib dan
selepas shalat Shubuh. Sebelumnya, aku biasa membaca 20 ayat selepas shalat
Maghrib dan 10 ayat selepas shalat Shubuh. Namun, sekarang aku meningkatkan
valensinya menjadi 30 ayat selepas shalat Maghrib dan 20 ayat selepas shalat
Shubuh. Peningkatan ini mengalir begitu saja tanpa rasa terpaksa dalam diriku.
Mungkin karena telah menjadi habit, membaca al-Qur’an dan terjemahannya menjadi
aktivitas yang aku cintai.
Aku senang dengan al-Qur’an. Menjadi penawar
akan luka-luka di hati; penghibur akan duka lara; dan penegur akan lalai diri.
Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan mukjizat al-Qur’an melalui
perantara kerasulan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Alhamdulillahi robbal
‘alamiin...
~Wenny
Pangestuti~
No comments :
Post a Comment