May 01, 2015

Menabung Langkah, Meraih Mimpi

Source: ask.fm

Menanyakan cita-cita adalah hal yang kerap kali dilakukan oleh orang-orang dewasa kepada anak-anak. Mereka ingin tahu impian apa yang diinginkan oleh anak-anak yang masih polos dan lugu. Begitu pula saya, saya kerap kali menanyakan cita-cita kepada setiap anak yang saya kenal.

Adalah Irma, seorang gadis kecil kelas 2 SD bercita-cita ingin menjadi seorang chef. Mendengar cita-cita Irma, saya pun berkata, "Berarti pintar masak donk. Sudah bisa masak apa aja?" Ia menjawab, "Agar-agar." Dari sanalah tercetus ide untuk merencanakan membuat agar-agar bersama.

Hari yang dipilih adalah hari Minggu karena anak-anak libur sekolah. Jadilah tanggal 29 Maret 2015 dipilih menjadi waktu pelaksanaanya, selesai dari melakukan jalan-jalan pagi. Anak-anak, yaitu Irma, Duwi, dan Dani amat antusias dengan rencana tersebut. Dua hari sebelumnya, yaitu Jum'at sore anak-anak tidak beranjak untuk meninggalkan rumah saya. Mereka tidak lelah mengulang-ngulang pembicaraan mengenai rencana tersebut. Saya sendiri sudah cukup letih untuk meladeni obrolan anak-anak. Akhirnya, saya kerahkan anak-anak untuk membantu saya membersihkan perkarangan rumah. Ternyata mereka juga antusias membantu: menyapu perkarangan, membuang sampah, dan menyiram perkarangan. Dasar anak-anak! Mereka memang tak kenal lelah.

Sehari sebelum rencana, yaitu hari Sabtu mereka kembali datang ke rumah. Padahal waktu masih menunjukkan pukul 09.00 pagi. Saya pikir ini masih waktu sekolah. Ternyata mereka pulang pagi. Irma datang ke rumah sambil membawa buku tulis dan pensil, siap mencatat resep dan cara memasak serta pembagian tugas masing-masing personel. Dari apa yang sudah kami catat, masing-masing dari kami harus iuran sebesar Rp3.500,-.

Hari Minggu pun tiba. Usai jalan-jalan pagi yang masih menunjukkan pukul 06.00an, saya menyarankan anak-anak untuk pulang dulu ke rumah masing-masing, membantu orang tua membersihkan rumah dan memasak. Pukul 09.00 barulah nanti kita berkumpul kembali di rumah saya, siap untuk belanja bahan lalu memulai memasak. Ternyata eh ternyata tidak perlu menunggu sampai pukul 09.00, mereka sudah membaur di rumah. Ck..ck..ck..!

Mereka tampak sudah tidak sabar dan terus merajuk saya untuk segera belanja dan memulai memasak. Akhirnya, saya tidak kuasa dan mengiyakan rajukan mereka. Lagi-lagi saya menggeleng-geleng kepala melihat tingkah anak-anak.

Kedengarannya, membuat agar-agar bersama tampak sepele, bahkan hal yang amat mudah. Tetapi, bukan itulah yang dapat kita nilai. Selama ini saya sering melihat bagaimana orang tua meremehkan keinginan sederhana anak. Dan bagi anak-anak, keberadaan orang tua yang mengiyakan ide-ide 'gila' mereka juga amat jarang. Tidak sedikit anak-anak dibiarkan bermain diluar tanpa pendampingan orang tua. Padahal usia-usia seperti mereka masihlah mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Jadi, wajarlah mereka terkesan 'ngelitis'.

Saya berpikir, mengiyakan mereka adalah untuk memuaskan rasa ingin tahu mereka; membantu mereka mengisi waktu libur untuk berinovasi. Hal yang jarang orang tua lakukan, mendampingi anak-anaknya bermain sambil belajar untuk mengisi waktu libur.

Saya berpikir pula bahwa dengan mengiyakan mereka sama halnya membesarkan harapan Irma yang ingin menjadi seorang chef. Saya ibaratkan ini sebagai menabung langkah untuk meraih mimpi. Dimulai dari langkah sederhana, membuat agar-agar; membongkar rasa penasaran mereka bagaimana rasanya memasak dengan kompor sungguhan. Siapa tahu kelak Irma mampu menciptakan inovasi makanan dan rasa yang tidak hanya menggugah selera, tetapi juga halal dan higienis. Aamiin!

Mendengarkan cita-cita anak dan membantu mewujudkannya dengan menabung langkah penting sekali. Agar anak lebih dan semakin percaya diri dalam meraih mimpinya, tidak ada ketakutan dan keraguan dalam dirinya. Semuanya menjadi mungkin selama kita yakin dan mau berusaha. Inilah kekuatan yang dapat terus memotivasi anak-anak. Jadi, mari dimulai dari gerakan kita para orang tua dan orang dewasa untuk mendukung terus pendidikan postif bagi anak-anak. :)

Ini hasil agar-agarnya.

Duwi

Irma

Dani

together


~Wenny Pangestuti~

Mengejar Matahari

Source: http://cutehdwall.com

Aku tidak ingat kapan pertama kali melihat bunga matahari. Yang kuingat, aku pernah berkali-kali melihat bunga matahari sekitar 12 tahun lebih yang lalu. Bunga matahari tersebut tumbuh di halaman kantor, tempat bapak bekerja. Di luar waktu kerja aku sering bermain-main di sana karena jarak rumah dengan kantor bapak cukup dekat. Entah di sana aku belajar naik sepeda; mencari bekicot; melihat beraneka tumbuhan; atau masuk ke dalam gudang yang menyimpan berkarung-karung kopi. Di sana-lah aku tidak asing dengan namanya bunga matahari.

Namun, semenjak kantor dan gudang tersebut tidak lagi difungsikan, serta bapak dan rekan-rekannya menempati kantor yang lain, semenjak itulah aku tidak lagi melihat bunga matahari. Bunga matahari memang jarang terlihat di sembarang tempat.

Kini, setelah 12 tahun lebih berlalu, aku bertemu kembali dengan bunga matahari. Pagi itu, Minggu, 29 Maret 2015 aku dan empat bocah SD yang adalah adik-adik tetanggaku (Aril, Dani, Duwi, dan Irma) melakukan jalan-jalan pagi. Kami memulai perjalanan selepas shalat Shubuh. Di tengah perjalanan barulah kusadari ada tumbuhan bunga matahari di halaman salah satu rumah warga yang kami lewati. Padahal sebelumnya aku cukup sering bolak-balik melewati rumah itu, tetapi baru kusadari ternyata ada bunga matahari di sana. Lalu aku mengajak anak-anak berfoto di bawah bunga matahari tersebut.

Dari kiri: Aril, Dani, Irma, dan Duwi

Pada hari yang lain, Jum'at, 03 April 2015, bertepatan dengan tanggal merah di kalender, anak-anak libur sekolah. Kami pun merencanakan jalan-jalan pagi kembali selepas shalat Shubuh. Kali ini ada penambahan personil, yaitu Bela dan Yopi. Jalan yang kami telusuri juga lebih jauh dari sebelumnya. Saat kami melintasi sebuah rumah dengan bunga matahari-nya tersebut, langit masih kelabu. Kami meneruskan perjalanan. Sekembalinya kami untuk pulang, langit pun berangsur cerah. Aku mengajak anak-anak kembali berfoto di bawah bunga matahari.
"Ayo, kita berfoto di bawah bunga matahari!" ajakku.
"Ayo!!!" seru mereka sambil berlari menuju rumah yang ada bunga matahari-nya tersebut.

Melihat kembali foto mereka di rumah, aku tersenyum. Mereka, anak-anak yang kadangkala lucu dan menggemaskan, kadangpula menjengkelkan dan menguji kesabaran. Mereka mempunyai keunikan masing-masing. Aril yang pemikir, akurat, rapi, tetapi cukup sensitif bercita-cita menjadi seorang pegawai bank. Dani yang memiliki suara serak-serak basah bila berbicara dengan orang lain, tetapi sekali berteriak, suaranya sangat melengking bercita-cita menjadi seorang tentara. Irma yang hiperaktif bercita-cita menjadi seorang chef. Bela dan Yopi dua sahabat yang sama-sama bercita-cita menjadi guru. Sedangkan Duwi, anak yang sangat cerewet, aku belum mengetahui dengan jelas apa sebenarnya cita-cita Duwi.

Berpose di pinggir jalan. Jangan ditiru ya!

Berbaris dengan rapi. Hati-hati di pinggir jalan!

Dari kiri: Aril dan Dani

Aril ganggu Irma aja yang lagi berpose.

Duwi mana senyumnya?

Dari kiri: Yopi dan Bela berpelukan. Kayak teletubbies aja ya.

Seperti halnya di dalam foto mereka berpose di bawah bunga matahari, maka harapanku adalah sinar-sinar harapan selalu menyertai mereka, menyemangati mereka 'ntuk meraih mimpi. Aku pun berdoa semoga apa yang mereka cita-citakan menjadi nyata: Aril menjadi ahli ekonomi Islam; Dani menjadi tentara pembela kebenaran; Irma menjadi juru masak makanan yang halal dan higienis; Bela dan Yopi menjadi guru yang inspiratif; serta Duwi menjadi komunikator Islam. Aamiin!

Di sini ada satu kisah
cerita tentang anak manusia
menantang hidup bersama
mencoba menggali makna cinta


Tetes air mata mengalir di sela derai tawa
selamanya kita tak akan berhenti mengejar

matahari

Tajamnya pisau tak kan sanggup
goyahkan cinta antara kita
menembus ruang dan waktu
menyatu di dalam jiwaku


Tetes air mata mengalir di sela derai tawa
selamanya kita tak akan berhenti mengejar

terus mengejar
matahari

[Dikutip dari lagu 'Mengejar Matahari', dinyayikan oleh Ari Lasso]


~Wenny Pangestuti~