June 09, 2017

Konsep Pendidikan Anak, Harapanku


Sekitar bulan April lalu, saat saya sedang menjaga ujian, sambil menjaga ujian saya corat-coret di atas kertas. Menjaga ujian cukup membosankan juga. Jadi, dengan sambil corat-coret bisa mengusir kejenuhan, bahkan rasa kantuk.

Saat itu yang ada dalam benak saya adalah kualitas generasi sekarang yang banyak mengundang rasa miris dari tingkah laku, cara berpikir hingga pergaulannya. Saya jadi gregetan dan ingin mendobrak keadaan generasi yang kian rusak. Makanya muncul harapan dan komitmen bila kelak saya menjadi orang tua, saya harus benar-benar menjadi orang tua yang berkualitas dalam mendidik anak. Saya tidak ingin nasib anak-anak saya salah arah, salah pikiran, hingga salah pergaulan. Saya ingin anak-anak saya adalah anak yang berbobot ilmu, khususnya ilmu agama. Generasi yang menjadi oase ilmu dan akhlakul karimah di tengah rusaknya tatanan interaksi dalam masyarakat.

Dari benak itulah, tergoreslah uneg-uneg saya dalam beberapa carik kertas yang saya dapatkan di laci meja guru kelas. Dan beginilah uneg-uneg itu:

Corat-coret-ku


Konsep Pendidikan Anak di Masa Depan

  • Menjaga betul interaksi antara laki-laki dan perempuan
  • Kalau memungkinkan memilihkan tempat belajar/ sekolah yang terpisah antara siswa laki-laki dan perempuan
  • Kenapa?
  • Karena saya menyadari betul bahayanya interaksi antara laki-laki dan perempuan yang kurang terkontrol.
  • Di era sekarang, sekolah bisa menjadi gerbang pertama melencengnya arah yang keliru dalam memahami interaksi antara laki-laki dan perempuan.
  • Menghindari sekolah-sekolah umum -> upaya meminimalisir interaksi laki-laki dan perempuan dari interaksi yang tidak syar’i; meminimalisir tumbuhnya bibit cinta yang kurang tepat.
  • Ini berdasarkan pengalaman masa muda saya. Betapa tidak enaknya kalau sudah terjebak pada konsep cinta yang keliru. Sulit menghilangkannya!
  • Karena itu saya ingin menjaga generasi saya sebaik mungkin.
  • Selain itu, menghindari pengenalan pada musik-musik tentang cinta atau tidak syar’i. agar tidak membuai anak dalam fantasi yang keliru.
  • Menghindari tayangan TV yang tidak mendukung. Bahkan kalau perlu menghindari keberadaan TV di lingkungan rumah. Untuk menjaga pola pikir anak.
  • Mengganti hiburan dengan buku-buku, multimedia yang syar’i dan islami untuk merangsang kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual.
  • Lebih mengedepankan anak menguasai baca Qur’an dengan tartil, menghafal Qur’an dan hadits serta doa, menguasa bahasa Arab. Itu digunakan sebagai kemampuan yang mendukung spirit dakwah pada diri anak.

Social Media

  • Membatasi mereka ber-social-media hingga mereka cukup matang untuk menggunakannya. Saat menjadi pelajar lebih baik tidak perlu ber-social-media.
  • Ketika baligh (15-21) mereka mungkin boleh memiliki nomor sendiri, social media sendiri dengan anggapan mereka sudah mulai dewasa, memberi keleluasaan dalam mengambil keputusan dalam hidup, mulai mengajarkan kemandirian berpikir. Namun, tetap dalam pengawasan orang tua. Usia sekian menjadikan mereka bukan lagi anak-anak, tetapi sebagai sahabat.

Anak = Investasi Akhirat

“Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal: sedekah yang mengalir, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang selalu mendoakannya.”
[HR. Muslim]


Bekal untuk Mendidik Anak yang Akan Memasuki Usia Baligh

  • Paham tata cara bersuci dari hadas besar, seperti haid dan mimpi basah
  • Mengajarkan tata cara thaharah lainnya
  • Ilmu fikih seperti tata cara shalat
  • Kewajiban menutup aurat dan berjilbab

Karena ini berkaitan dengan kewajiban fardhiyah yang akan dipikulnya

Dengan semua ini, harapan saya menyiapkan anak dapat tumbuh dan berkembang sekelas generasi sahabat Rasulullah.

Harapan saya di usia memasuki 18-20 mereka sudah memiliki kesiapan dengan tanggung jawab untuk menikah.

Kenapa menikah muda? Karena saya menyadari gejolak syahwat di usia sekian kian membuncah dan godaan dimana-mana.

Daripada anak-anak terkekang bahkan berpotensi salah arah pergaulan, menyiapkan mereka menikah mudah lebih aman. Insya Allah lebih barakah. Intinya menghindarkan anak-anak dari kegalauan seperti kebanyakan generasi masa kini!


“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara:
1. Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,
2. Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,
3. Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu,
4. Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,
5. Hidupmu sebelum datang kematianmu.”
[HR. al-Hakim]


Wenny Pangestuti


Sumber gambar: i1.wp.com

2 comments :

Mang Lembu said...

corat coret saat menunggu ujian siswanya makjleb pisan euy, bikin merinding dan sekalugus brbebesmili deh ih.

Rahmah 'Suka Nulis' Chemist said...

Karena anak investasi akhirat, maka saya saat ini nggak pernah berhenti belajar parenting. Sebab saya tahu, banyak di luar sana yang punya *case* sama dengan saya saat mendidik anak yang aktif.
Semoga saya selalu berjuang sampai mati...