June 01, 2016

Cinta yang Tidak Sederhana


Pada Ramadhan tahun lalu ada sebuah sinetron yang  menarik hatiku, yaitu “Di Bawah Lindungan Abah”. Aku suka dengan sinetron yang ditayangkan di TransTV tersebut. Kisahnya menarik. Aku tidak bisa menjelaskannya dengan detil, tetapi aku cukup terkesan dengan ceritanya.

Ada perasaan sedih juga kasihan melihat sosok Abah Delon, seorang ayah sekaligus ustadz, namun tuna netra. Ustadz Delon bukan sosok ayah yang biasa. Beliau konsisten dan tegas dalam menyampaikan kebenaran, termasuk melindungi putri-putrinya, khususnya Yasmin. Melihat sinetron ini aku menjadi terbawa perasaan sayang pada sosok Ustadz Delon sebagai seorang ayah.

Di sisi lain, aku juga terkesan dengan kisah Yasmin dan Gaza. Dua orang yang berbeda latar belakang. Yasmin, putri seorang ustadz. Sedangkan Gaza, putra dari pengusaha diskotik. Kisah cinta yang tidak mudah, namun dalam. Mengendalikan perasaan demi tetap berpegang pada hukum syara’. Yasmin lebih mempercayakan dirinya di bawah lindungan abah. Sedangkan Gaza meyakini pertemuannya dengan Yasmin pasti ada maksud dalam merubah jalan hidupnya yang kelam.

Episode demi episode yang kusaksikan membuatku semakin sedih. Sedih melihat perjuangan Gaza mencari arti hidup dan bersabar menjalani proses hijrahnya yang berliku. Juga pilu melihat perjalanan cinta Gaza dan Yasmin. Rasa penasaran pada ending ceritanya menciptakan dugaan-dugaan yang menggema dalam diriku. Akankah mereka berjodoh? Akankah Gaza bersanding dengan Yasmin atau justru masa akhir hidupnya yang lebih mendahuluinya? Akankah hati Yasmin terbuka untuk Gaza atau justru untuk Zuna, tetangga sekaligus anak seorang tokoh masyarakat yang iri dengan Ustadz Delon?

Sehari sebelum lebaran, tepatnya pada malam takbiran, aku menyaksikan episode terakhir serial TV tersebut. Akhir yang menyedihkan, namun juga membahagiakan. Sedih karena terbawa perasaan. Bahagia karena ceritanya beralur benar.

Ternyata takdir Gaza bertemu dengan-Nya lebih mendahului dari takdirnya bertemu dengan jodohnya. Namun, semua berakhir dengan menenangkan karena Gaza menemui-Nya di saat ia telah melepaskan diri dan keluarganya dari jeratan harta haram. Gaza menikmati manisnya keindahan melihat ibunya mengikuti jalan kebenaran walaupun sebelumnya mereka harus rela kehilangan sosok ayahanda tercinta. 

Saya senang karena ceritanya ini tidak memaksakan diri untuk membuat ending bahwa Gaza dan Yasmin harus bersanding bersama dan hidup bahagia. Walaupun sebenarnya Yasmin menyukai Gaza dan Gaza pun menyukainya, tetapi skenario tetap mengalurkan Gaza lebih dahulu menemui ajalnya, membawa cinta yang lebih indah, cinta pada Penciptanya, Allah subhanallahu ta’ala.

Mungkin deskripsiku ini terlihat sama saja dengan kisah cinta pada umumnya. Tetapi sebenarnya tidak sebiasa itu juga. Tulisanku mungkin tidak mampu mewakili atau menyeimbangi apa yang aku rasakan dan apa yang aku pikirkan.

Aku selalu berharap dapat bertemu dengan orang-orang spesial dan luar biasa; orang-orang yang menarik dan unik; yang dapat memberi arti dalam hidup; yang dapat menciptakan perasaan yang tidak sederhana begitu saja muncul, tapi berliku dan mendalam. Sebagaimana perasaan Yasmin terhadap Gaza. Wallahu’alam bi shawab.

Takdir kita bertemu dengan jodoh di dunia bisa saja lebih didahului takdir kita bertemu dengan-Nya. Maka pendekatan pertama seorang hamba adalah pendekatan pada Tuhannya. Ketika seorang hamba telah menjadi hamba terdekat dengan-Nya, mudah bagi Allah untuk mendekatkan apa yang menjadi kehendak-Nya untuk hamba-Nya.

Itu kurang lebih kesimpulan bijak yang bisa kupetik dari serial TV tersebut.

Cinta tidak harus dan selalu memiliki. Cinta adalah ketika kita bisa mengendalikan diri seiring dengan batasan agama. Maka, sebaik-baik penutup yang bisa kusampaikan adalah mengajak semua berdoa:

Ya Allah, kamiberpasrah pada-Mu. Hidup kami, mati kami, rezeki kami, jodoh kami ada dalam kehendak-Mu. Karuniakanlah kami pilihan terbaik dari-Mu. Ikhlaskanlah kami menerima kehendak-Mu. Aamiin yaa Rabb.

Hidup adalah perjalananku
yang diberikan oleh Tuhanku
Mati pun juga itulah hak-ku
yang ditentukan oleh Tuhanku

Bilaku terjatuh bangunkan aku
Bilaku lupa sadarkan aku

Selamanya ku ikhlas untuk-Mu
jika memang kuharus mati
Tapi maaf segala dosaku
jangan tulis kesalahanku

Hidup adalah perjalananku
yang diberikan oleh Tuhanku

Bilaku terjatuh bangunkan aku
Bilaku lupa sadarkan aku

Takkan pernah ada yang mampu
bisa jalani hidup tanpa kehendakMu
Dan manusia hanyalah
bisa berusaha jalani hidup

[Dikutip dari lagu “Arti Hidup” by Setia Band feat Celcia,
OST. Di Bawah Lindungan Abah]


~Wenny Pangestuti~

2 comments :

Mugniar said...

Orang bisa belajar dari sinetron ya, Mbak Wenny. Saya tidak setuju kalau ada orang yang mengatakan semua acara televisi tidak bagus Pada kenyataannya toh ada juga yang bagus.

Oya selamat menjalankan ibadah puasa Ramadhan ya Mbak Semoga semua amalan bernilai ibadah :)

Ninda said...

kalau bulan ramadhan aku suka nonton para pencari Tuhan sih wen :)