October 23, 2018

Berani Menerima Kebenaran dari Anak-anak


Sebagian dari kita mungkin ada yang menilai anak-anak hanyalah anak-anak, yang pendapatnya atau perkataannya hanyalah sebagai candaan, tidak perlu menjadi bahan pertimbangan. Bila benar demikian, maka penilaian kita perlu diluruskan. Karena, salah satu poin yang menjadi metode mendidik anak ala Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam adalah menunaikan hak anak dan menerima kebenaran darinya.

Berikut ini adalah kutipan dari buku Prophetic Parenting, Cara Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam Mendidik Anak, karya Dr. Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, terkait poin Menunaikan Hak Anak.


Menunaikan hak anak dan menerima kebenaran darinya dapat menumbuhkan perasaan positif dalam dirinya dan sebagai pembelajaran bahwa kehidupan itu adalah memberi dan menerima. Di samping itu juga merupakan pelatihan bagi anak untuk tunduk kepada kebenaran sehingga dia melihat suri teladan yang baik di hadapannya. Membiasakan diri dalam menerima dan tunduk pada kebenaran membuka kemampuan anak untuk mengungkapkan isi hati dan menuntut apa yang menjadi haknya. Sebaliknya, tanpa hal ini akan menyebabkannya menjadi orang yang tertutup dan dingin.


Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dan ad-Dailami dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

  • Aku berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, “Ajarilah aku beberapa kalimat yang bersifat universal dan bermanfaat.” Beliau bersabda, “Beribadalah kepada Allah dan janganlah engkau sekutukan Dia dengan sesuatu apa pun. Selalu berpeganglah dengan al-Qur’an dalam kondisi apa pun. Terimalah kebenaran dari siapa pun yang membawanya, baik masih anak-anak atau sudah dewasa, walaupun kamu benci dan jauh. Tolaklah kebatilan dari siapa pun yang membawanya, baik masih anak-anak atau sudah dewasa, walaupun kamu cintai dan dekat.”

Di antara hak anak adalah menjadi imam dan pemimpin apabila dia memiliki kemampuan dan pengetahuan yang memadai untuk itu.


Salafus – saleh selalu menerima persaksian dan kebenaran dari anak-anak apa pun bentuknya.


Abu Hanifah rahimahullah melaksanakan nasihat seorang anak kecil. Beliau melihat seorang anak kecil sedang bermain dengan lumpur. Beliau katakan, “Hati-hati, jangan sampai terjatuh ke dalam lumpur.” Anak kecil itu balik berkata kepada imam agung ini, “Berhati-hatilah Anda dari terjatuh (salah dalam memberi fatwa), karena jatuhnya seorang ulama adalah jatuhnya seluruh dunia.” Mendengar perkataan ini, tubuh Abu Hanifah gemetar. Setelah mendengar nasihat dari anak kecil tersebut, beliau tidak lagi mengeluarkan fatwa, kecuali setelah melakukan penelitian mendalam bersama murid-muridnya selama satu bulan penuh.


Ketika Umar bin Abdul Aziz dilantik sebagai khalifah, banyak delegasi berdatangan memberikan selamat atas jabatan barunya itu. Juru bicara salah satu delegasi adalah anak muda yang berbicara mewakili delegasinya. Khalifah Umar berkata, “Apakah mereka tidak menemukan seseorang yang lebih tua usianya darimu?” Dia menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, kalau memang yang menjadi tolak ukur adalah tuanya usia, tentu yang menduduki jabatanmu sekarang ini adalah orang yang lebih tua darimu. Wahai Amirul Mukminin, tidakkah engkau tahu bahwa manusia itu dinilai dari dua bagian terkecil dari tubuhnya: lidah dan hati?” Khalifah Umar berkata, “Berilah aku nasihat, wahai anak kecil.” Dia pun memberinya nasihat sampai sang khalifah menangis.


Nah, itu tadi kutipan menarik yang bisa kita ambil pelajaran bahwa salah satu bentuk tanggung jawab kita dalam mendidik anak dengan baik adalah menunaikan haknya dalam menyampaikan kebenaran dan kita sebagai yang lebih tua tidak ada salahnya mendengar dan menerima kebenaran tersebut. Karena yang namanya hidayah atau kebenaran kita tidak pernah tahu bagaimana jalannya sampai kepada kita atau melalui apa dan siapa perantaranya. Bisa jadi melalui lisan seorang anak kecil. Sebagai orang tua, sebuah pelajaran penting untuk mau mendengar perkataan anak dan selalu menanggapinya dengan baik karena didengar dan direspon itu adalah hak anak yang penting kita berikan kepadanya sehingga anak akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dalam menyampaikan pendapat dan kebenaran. Semoga Allah menganugerahi kita anak-cucu yang berani menyampaikan kebenaran dan giat berdakwah. Aamiin.



~Wenny Pangestuti~

3 comments :

Azura Zie said...

Masya Allah lidah anak kecil yang lebih suka ceplas ceplos polos untuk seseorang yang berilmu dan bijak bisa jadi perenungan yang panjang ya mbak.

Wenny Pangestuti said...

@lakaranminda: iya benar. orang dewasa yg tidak sombong krn siap dan berani menerima kebenaran dari siapa pun termasuk anak kecil :)

Ajeng Veran said...

setuju mbak Wenny dengan tulisan ini. sebagai orang yang ngakunya dewasa, kita juga jangan malu untuk belajar dari anak kecil, belajar sikap jujurnya, patuhnya, dan lain-lain. kadang sebagai orang dewasa, mereka cenderung tidak mau dibandingkan atau belajar dari yang muda, bebal. padahal kita semua adalah guru, kita semua adalah murid.