Kalau dunia tulis-menulis dan perfilman di Indonesia
mengenal Laskar Pelangi, maka dalam dunia saya mengenal Laskar 8F. Tidak jauh
berbeda dengan Laskar Pelangi garapan Andrea Hirata, Laskar 8F saya berkisah
tentang pendidikan dan anak-anak. Ceritanya, pada semester VIII kuliah di
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember, saya dan beberapa
teman menjalani Kuliah Kerja Praktek Pengalaman Lapangan atau disingkat dengan
KK-PPL. Saya dan 20 teman-teman lainnya
dari empat program studi yang berbeda ditempatkan di SMP Negeri 11 Jember.
Sesuai program studi, saya mengajar matematika. Saya mendapat jatah mengajar
matematika di kelas 8F.
Semula saya tidak akan menduga bahwa mengajar di 8F
akan menjadi hal yang menarik dalam hidup saya. Sebab, pertama kali memasuki
kelas tersebut saya sedikit cemas dengan respon beberapa siswa terhadap saya.
Adalah Fida yang dengan tampang judes menolak permintaan saya untuk mengerjakan
soal di depan kelas. Tidak hanya itu ada siswa laki-laki tembem –yang
selanjutnya saya ketahui ia memperkenalkan dirinya dengan nama Farel- yang
merespon telalu berlebihan ketika saya tunjuk untuk menjawab, seolah saya
seperti mau menghukumnya. Namun, seiring berjalannya waktu saya menemukan
bintang yang bersinar dari kelas 8F. Betapa istimewanya 8F bagi saya.
Sebenarnya apa yang saya alami ketika mengajar tidak
jauh berbeda dengan sesama teman mahasiswa KK-PPL lainnya. Siswa-siswa ramai,
tidak menggubris perkataan kami, guru PPL. Atau suara kami yang yang terlampau
kurang keras sehingga kelas kurang terkondisikan dengan baik dan segudang
permasalahan lainnya. Namun, saya mengingat betul apa yang pernah dikatakan
mbak Sofi, saudara seperjuangan di jalan Allah, kepada saya. Mengajarlah
dengan cinta. Entah kebetulan atau bagaimana tapi ini sudah ketetapan yang
digariskan Allah bahwa saya dipertemukan dengan sosok yang bernama pak Sujono,
guru pamong saya selama mengajar di sekolah tersebut. Pak Jono, panggilan
akrabnya, pun tak jauh berbeda memberikan nasehat demi nasehat untuk kualitas
mengajar saya di kelas. Selalu menghadirkan Allah setiap waktu. Ini
menjadi nilai plus bagi saya yang belum tentu didapatkan mahasiswa KK-PPL
lainnya. Saya belajar untuk menjadi guru yang bersahabat memahami muridnya,
bukan menuntut muridnya dengan segudang tugas disertai ancaman nilai atau
labelisasi negatif, seperti nakal,
bodoh atau apalah.
Lambat laun dengan Mengajarlah dengan cinta dan Selalu menghadirkan Allah setiap waktu saya
seperti menemukan harta karun yang terpendam dalam diri murid-murid saya.
Namanya harta karun menjadi tidak berharga bila tidak diketahui dan ditemukan.
Begitupun potensi yang dianugerahkan Allah kepada setiap diri kita tidak akan
pernah bermanfaat jika tidak kita sadari dan temukan. Begitulah kurang lebih
yang yang pernah saya sampaikan pada murid-murid saya. Saya justru sedih ketika
mereka membiarkan saya yang pertama kali mengetahui dan menemukan potensi itu
dalam diri mereka. Sedangkan mereka terjebak dengan asyiknya dunia sendiri,
menjadikan hidup mengalir bagai air begitu saja. Mereka telah banyak membuang
waktu dengan hanya bercanda, melakukan apa yang tidak diketahui untuk apa ke
depannya. Itu pulalah yang juga pernah saya lontarkan pada mereka. Saya tidak
pernah tahu siapa-siapa yang mendengar kata-kata saya dengan sungguh-sungguh
dan berusaha meresapinya untuk diambil pelajaran bagi kehidupan mereka. Tapi
saya berharap sedikit banyaknya apa yang pernah saya katakan bermanfaat dan
menggema dalam hati sanubari mereka. Bila tidak sekarang, mungkin esok nanti.
Dari sini pulalah saya belajar bahwa amat penting dan
berharganya seorang guru dalam hidup kita ketika melakukan belajar. Guru bisa
melihat dan menangkap sisi lain dari murid-muridnya yang belum tentu disadari
oleh sang murid. Ia akan semakin menyempurnakan angan dan mimpi yang akan
diraih sang murid. Seperti yang kurasakan ketika menjadi guru tiga bulan dalam
KK-PPL ini, aku melihat cahaya yang berpendar dari tubuh murid-muridku yang
ternyata masih kelam untuk mereka sadari dan lihat. Kutunjukkan cahaya itu
berharap akan menerangi asa yang mereka sendiri seringkali tak tahu.
Ada Bella yang memang pintar sekali dalam matematika,
mudah memahami dalam pemecahan masalah. Selain itu, dia aktif di luar kegiatan
akademik seperti pramuka dan PMR, juga pandai menggambar.
Gambar 1. Vega dan Bella
(yang memegang kertas)
Ada Octa dan Dani, dua orang yang duduk sebangku di
pojok belakang. Meskipun demikian, justru mereka selau berusaha memperhatikan
penjelasan guru di depan, berusaha mengerjakan PR, mengerjakan apa yang diminta
guru.
Ada Anis yang rajin, setiap pemecahan masalah
diselesaikan dengan runtut.
Ada Sandi, kelihatannya pendiam dan tidak respon pada
pembelajaran di kelas. Tapi diam-diam dia suka dan pandai menggambar ilustrasi.
Dia punya buku khusus untuk membuat komiknya sendiri, yang setiap ada
kesempatan, Helvanza dan Aldy serta yang lainnya melihat hasil karya Sandi.
Tidak hanya itu, Sandi juga pandai
menulis. Ini saya ketahui dari tugas “Bercerita” yang pernah saya berikan.
Ada Sekar yang suka menulis. Tulisan Sekar pernah
dimuat di sebuah koran lokal. Sekar adalah siswa yang hidup penuh dengan kasih
sayang. Atau dengan kata lain, siswa 8F yang mendapat perhatian dan kasih
sayang yang sempurna dari orang tua menurut saya adalah Sekar. Sekar juga anak
yang muda tersentuh hatinya. Ia mudah menitihkan air mata bila terharu.
Gambar 4. Sekar lagi ngajarin Fida lalu Aldy lagi lihat apa ya?
Ada M. Fatkullah yang lebih senang dipanggil Farel.
Entah apa alasannya. Farel anak yang berusaha menghargai guru dengan selalu
berusaha duduk di bangku depan dan memperhatikan penjelasan guru. Seringkali ia
memperingatkan teman-temannya untuk diam dan memperhatikan guru di depan.
Walaupun saya sanksi itu ia lakukan dengan sungguh-sungguh. Istilah saya
“Acting”. Seringkali kepergok saya ia makan-makan di kelas, tapi begitu saya
mendapati dia, dia pura-pura menghadap kelas, memperhatikan ke depan, atau
ketahuan cerita sendiri sama Wildan atau Renof dan Daniar, tapi begitu saya
menangkap basah ia berpura-berpura diskusi pelajaran. Saya seringakli dibuat
tertawa melihat tingkah Farel. Menariknya, Farel sebenarnya pintar. Pernah
suatu ketika diskusi kelompok, saya berkeliling sambil mengingatkan waktu
diskusi hampir habis. Farel yang merasa terganggu dengan peringatan saya
berkata yang intinya dia belum selesai dan meminta jangan dipaksa. Saya
tersenyum mendengarnya. Saya hargai permintaannya. Mungkin dari sini saya
belajar untuk lebih memahami setiap perkembangan siswa dalam belajar. Ada yang
cepat paham, ada yang butuh pelan-pelan. Ternyata Farel juga anak band, ia jago
memainkan gitar.
Gambar 5. Farel (yang tidak
kelihatan muka-nya), Wildan (yang di samping Farel), dan Yudha (di belakang)
Ada Yudha yang rapi tulisannya dan bercita-cita
menjadi nahkoda.
Ada Daniar pemimpin kelompok yang ‘baik’. Baiknya di
sini maksudnya kelompok Daniar sering mendapat penghargaan kelompok yang kompak
kerjasamanya dan baik prestasinya. Entah kebetulan atau bagaimana. Tapi menarik
dari Daniar adalah keberadaannya dalam persahabatannya. Ceritanya di kelas 8F
ada persahabatan yang beranggotakan Yoni, Daniar, Dimas, Yudha, Wildan dan Farel.
Dari keenam orang tersebut, Daniar yang cukup calm down. Tapi belakangan hari
menjelang penarikan saya dari sekolah, Daniar terlihat rame dan tidak
memperhatikan pembelajaran.
Gambar 6. Daniar terlihat tenang, yang lain cengengesan aja.
Ada Dimas yang sedikit bandel dibilangi, tapi kritis
kalo misalnya diberi tugas kelompok. Yang paling saya ingat, Dimas adalah siswa
yang suka cari perhatian. Kalo ketahuan salah, cara minta maafnya kayak yang
sungguhan, pake’ minta cium tangan dengan wajah menyesal. Saya tersenyum
sendiri melihatnya.
Mungkin saya tidak bisa menjelaskan satu per satu
setiap dari mereka. Sebenarnya amat di sayangkan bila saya tak menceritakan
semua dari mereka, namun waktu jua yang terbatas untuk menjelaskannya detail.
Akan membutuhkan waktu yang lebih panjang. Sedangkan saya dikejar amanah-amanah
lain yang tidak bisa saya abaikan. Ini saja sudah molor hampir enam bulan untuk
dapat menyelesaikannya. Tapi, sekali lagi saya katakan bahwa kenangan bersama
8F adalah pengalaman berharga bagi saya. Mengenal 8F sungguh beruntung bagi
saya, dengan keragaman karakter mereka yang tidak henti membuat saya tersenyum
bia mengenangnya. Saya katakan bahwa 8F adalah adalah murid-murid pertama saya
dan saya menyayangi mereka.
Tak ada salahnya saya kenalkan nama-nama 8F beserta
pembagian kelompok-kelompok belajar yang pernah saya lakukan selama mengajar
mereka.
Al-Khawarizmi
Agustin Milasari (Agustin)
Anisatul Maysaroh (Anis)
Nur Azizah Tri Wulandari (Wulan)
Siti Hidayatun Nafila (Fila)
|
Descartes
Galih Bayu Pamungkas (Galih)
Helvanzah Sandhytama (Helvanzah)
Sandi Putra Perdana (Sandi)
Renov Wahyu Tripambudi (Renov) |
Pythagoras
Achmad Dani (Dani)
Aldy Masromadon (Aldy)
Sandya Rerisa W. (Sandy)
Trie Octa Sakti (Octa)
|
Al-Biruni
Daniar Rahmadhan (Daniar)
Muhammad Fatkullah (Farel)
Unggul Meidian Surya P. (Unggul)
Wildan Hamdani Yuwafi (Wildan)
|
Al-Karaji
Desi Lailatur Ramadani (Desi L)
Diasari Maharani Putri (Diasari)
Riski Choirur Rohma (Riski)
Sekar Alaya Roninsah (Sekar)
|
Pascal
Dimas Septa Yudhistira (Dimas)
Jendra Bayu Nugraha
(Jendra)
Yoni Setiawan (Yoni)
Yudha Anugrah Utama P. (Yudha)
|
Euler
Dwi Mufidatus Syafa'ah (Fida)
Indah Dini Lestari (Indah)
Maharani Widi Lupitasari (Maharani)
Nurima Kurnia Wati (Nurima)
|
Umar Khayam
Bella Karina (Bella)
Desi Dwi Murni (Desi)
Nia Agustin (Nia)
Vega Amelia Agustina (Vega)
|
Al-Batani
Devita Riskiyastika (Devita)
Dita Permata Sari (Dita)
Ferdila Anggun Mawarni (Anggun)
Maulina Barokatul N. (Lina)
|
Leibniz
Bryan Yusak Bastian (Bryan)
Harvian Bagus Dewantara (Harvian)
I Putu Aditya Darma Yuda (Adit)
|
~Wenny
Pangetuti~
1 comment :
Siiip :)
Post a Comment