January 11, 2014

Laskar 8F



Kalau dunia tulis-menulis dan perfilman di Indonesia mengenal Laskar Pelangi, maka dalam dunia saya mengenal Laskar 8F. Tidak jauh berbeda dengan Laskar Pelangi garapan Andrea Hirata, Laskar 8F saya berkisah tentang pendidikan dan anak-anak. Ceritanya, pada semester VIII kuliah di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember, saya dan beberapa teman menjalani Kuliah Kerja Praktek Pengalaman Lapangan atau disingkat dengan KK-PPL.  Saya dan 20 teman-teman lainnya dari empat program studi yang berbeda ditempatkan di SMP Negeri 11 Jember. Sesuai program studi, saya mengajar matematika. Saya mendapat jatah mengajar matematika di kelas 8F.


Semula saya tidak akan menduga bahwa mengajar di 8F akan menjadi hal yang menarik dalam hidup saya. Sebab, pertama kali memasuki kelas tersebut saya sedikit cemas dengan respon beberapa siswa terhadap saya. Adalah Fida yang dengan tampang judes menolak permintaan saya untuk mengerjakan soal di depan kelas. Tidak hanya itu ada siswa laki-laki tembem –yang selanjutnya saya ketahui ia memperkenalkan dirinya dengan nama Farel- yang merespon telalu berlebihan ketika saya tunjuk untuk menjawab, seolah saya seperti mau menghukumnya. Namun, seiring berjalannya waktu saya menemukan bintang yang bersinar dari kelas 8F. Betapa istimewanya 8F bagi saya.


Sebenarnya apa yang saya alami ketika mengajar tidak jauh berbeda dengan sesama teman mahasiswa KK-PPL lainnya. Siswa-siswa ramai, tidak menggubris perkataan kami, guru PPL. Atau suara kami yang yang terlampau kurang keras sehingga kelas kurang terkondisikan dengan baik dan segudang permasalahan lainnya. Namun, saya mengingat betul apa yang pernah dikatakan mbak Sofi, saudara seperjuangan di jalan Allah, kepada saya. Mengajarlah dengan cinta. Entah kebetulan atau bagaimana tapi ini sudah ketetapan yang digariskan Allah bahwa saya dipertemukan dengan sosok yang bernama pak Sujono, guru pamong saya selama mengajar di sekolah tersebut. Pak Jono, panggilan akrabnya, pun tak jauh berbeda memberikan nasehat demi nasehat untuk kualitas mengajar saya di kelas. Selalu menghadirkan Allah setiap waktu. Ini menjadi nilai plus bagi saya yang belum tentu didapatkan mahasiswa KK-PPL lainnya. Saya belajar untuk menjadi guru yang bersahabat memahami muridnya, bukan menuntut muridnya dengan segudang tugas disertai ancaman nilai atau labelisasi negatif, seperti nakalbodoh atau apalah.


Lambat laun dengan Mengajarlah dengan cinta  dan Selalu menghadirkan Allah setiap waktu saya seperti menemukan harta karun yang terpendam dalam diri murid-murid saya. Namanya harta karun menjadi tidak berharga bila tidak diketahui dan ditemukan. Begitupun potensi yang dianugerahkan Allah kepada setiap diri kita tidak akan pernah bermanfaat jika tidak kita sadari dan temukan. Begitulah kurang lebih yang yang pernah saya sampaikan pada murid-murid saya. Saya justru sedih ketika mereka membiarkan saya yang pertama kali mengetahui dan menemukan potensi itu dalam diri mereka. Sedangkan mereka terjebak dengan asyiknya dunia sendiri, menjadikan hidup mengalir bagai air begitu saja. Mereka telah banyak membuang waktu dengan hanya bercanda, melakukan apa yang tidak diketahui untuk apa ke depannya. Itu pulalah yang juga pernah saya lontarkan pada mereka. Saya tidak pernah tahu siapa-siapa yang mendengar kata-kata saya dengan sungguh-sungguh dan berusaha meresapinya untuk diambil pelajaran bagi kehidupan mereka. Tapi saya berharap sedikit banyaknya apa yang pernah saya katakan bermanfaat dan menggema dalam hati sanubari mereka. Bila tidak sekarang, mungkin esok nanti.


Dari sini pulalah saya belajar bahwa amat penting dan berharganya seorang guru dalam hidup kita ketika melakukan belajar. Guru bisa melihat dan menangkap sisi lain dari murid-muridnya yang belum tentu disadari oleh sang murid. Ia akan semakin menyempurnakan angan dan mimpi yang akan diraih sang murid. Seperti yang kurasakan ketika menjadi guru tiga bulan dalam KK-PPL ini, aku melihat cahaya yang berpendar dari tubuh murid-muridku yang ternyata masih kelam untuk mereka sadari dan lihat. Kutunjukkan cahaya itu berharap akan menerangi asa yang mereka sendiri seringkali tak tahu.


Ada Bella yang memang pintar sekali dalam matematika, mudah memahami dalam  pemecahan masalah.  Selain itu, dia aktif di luar kegiatan akademik seperti pramuka dan PMR, juga pandai menggambar.



Gambar 1. Vega dan Bella (yang memegang kertas)


Ada Octa dan Dani, dua orang yang duduk sebangku di pojok belakang. Meskipun demikian, justru mereka selau berusaha memperhatikan penjelasan guru di depan, berusaha mengerjakan PR, mengerjakan apa yang diminta guru.



Gambar 2. Seneng lihat Dani (yang memegang pensil biru) dan Okta rajin begini^_^
 

Ada Anis yang rajin, setiap pemecahan masalah diselesaikan dengan runtut.


Ada Sandi, kelihatannya pendiam dan tidak respon pada pembelajaran di kelas. Tapi diam-diam dia suka dan pandai menggambar ilustrasi. Dia punya buku khusus untuk membuat komiknya sendiri, yang setiap ada kesempatan, Helvanza dan Aldy serta yang lainnya melihat hasil karya Sandi. Tidak hanya itu,  Sandi juga pandai menulis. Ini saya ketahui dari tugas “Bercerita” yang pernah saya berikan.



Gambar 3. Ini dia Sandi (tengah), sang jago ilustrasi.


Ada Sekar yang suka menulis. Tulisan Sekar pernah dimuat di sebuah koran lokal. Sekar adalah siswa yang hidup penuh dengan kasih sayang. Atau dengan kata lain, siswa 8F yang mendapat perhatian dan kasih sayang yang sempurna dari orang tua menurut saya adalah Sekar. Sekar juga anak yang muda tersentuh hatinya. Ia mudah menitihkan air mata bila terharu.



Gambar 4. Sekar lagi ngajarin Fida lalu Aldy lagi lihat apa ya?


Ada M. Fatkullah yang lebih senang dipanggil Farel. Entah apa alasannya. Farel anak yang berusaha menghargai guru dengan selalu berusaha duduk di bangku depan dan memperhatikan penjelasan guru. Seringkali ia memperingatkan teman-temannya untuk diam dan memperhatikan guru di depan. Walaupun saya sanksi itu ia lakukan dengan sungguh-sungguh. Istilah saya “Acting”. Seringkali kepergok saya ia makan-makan di kelas, tapi begitu saya mendapati dia, dia pura-pura menghadap kelas, memperhatikan ke depan, atau ketahuan cerita sendiri sama Wildan atau Renof dan Daniar, tapi begitu saya menangkap basah ia berpura-berpura diskusi pelajaran. Saya seringakli dibuat tertawa melihat tingkah Farel. Menariknya, Farel sebenarnya pintar. Pernah suatu ketika diskusi kelompok, saya berkeliling sambil mengingatkan waktu diskusi hampir habis. Farel yang merasa terganggu dengan peringatan saya berkata yang intinya dia belum selesai dan meminta jangan dipaksa. Saya tersenyum mendengarnya. Saya hargai permintaannya. Mungkin dari sini saya belajar untuk lebih memahami setiap perkembangan siswa dalam belajar. Ada yang cepat paham, ada yang butuh pelan-pelan. Ternyata Farel juga anak band, ia jago memainkan gitar.



Gambar 5. Farel (yang tidak kelihatan muka-nya), Wildan (yang di samping Farel), dan Yudha (di belakang)


Ada Yudha yang rapi tulisannya dan bercita-cita menjadi nahkoda.


Ada Daniar pemimpin kelompok yang ‘baik’. Baiknya di sini maksudnya kelompok Daniar sering mendapat penghargaan kelompok yang kompak kerjasamanya dan baik prestasinya. Entah kebetulan atau bagaimana. Tapi menarik dari Daniar adalah keberadaannya dalam persahabatannya. Ceritanya di kelas 8F ada persahabatan yang beranggotakan Yoni, Daniar, Dimas, Yudha, Wildan dan Farel. Dari keenam orang tersebut, Daniar yang cukup calm down. Tapi belakangan hari menjelang penarikan saya dari sekolah, Daniar terlihat rame dan tidak memperhatikan pembelajaran.



Gambar 6. Daniar terlihat tenang, yang lain cengengesan aja.


Ada Dimas yang sedikit bandel dibilangi, tapi kritis kalo misalnya diberi tugas kelompok. Yang paling saya ingat, Dimas adalah siswa yang suka cari perhatian. Kalo ketahuan salah, cara minta maafnya kayak yang sungguhan, pake’ minta cium tangan dengan wajah menyesal. Saya tersenyum sendiri melihatnya.


Mungkin saya tidak bisa menjelaskan satu per satu setiap dari mereka. Sebenarnya amat di sayangkan bila saya tak menceritakan semua dari mereka, namun waktu jua yang terbatas untuk menjelaskannya detail. Akan membutuhkan waktu yang lebih panjang. Sedangkan saya dikejar amanah-amanah lain yang tidak bisa saya abaikan. Ini saja sudah molor hampir enam bulan untuk dapat menyelesaikannya. Tapi, sekali lagi saya katakan bahwa kenangan bersama 8F adalah pengalaman berharga bagi saya. Mengenal 8F sungguh beruntung bagi saya, dengan keragaman karakter mereka yang tidak henti membuat saya tersenyum bia mengenangnya. Saya katakan bahwa 8F adalah adalah murid-murid pertama saya dan saya menyayangi mereka.


Tak ada salahnya saya kenalkan nama-nama 8F beserta pembagian kelompok-kelompok belajar yang pernah saya lakukan selama mengajar mereka.

Al-Khawarizmi
Agustin Milasari (Agustin)
Anisatul Maysaroh (Anis)
Nur Azizah Tri Wulandari (Wulan)
Siti Hidayatun Nafila (Fila)
Descartes
Galih Bayu Pamungkas (Galih)
Helvanzah Sandhytama (Helvanzah)
Sandi Putra Perdana (Sandi)
Renov Wahyu Tripambudi (Renov)
Pythagoras
Achmad Dani (Dani)
Aldy Masromadon (Aldy)
Sandya Rerisa W. (Sandy)
Trie Octa Sakti (Octa)
Al-Biruni
Daniar Rahmadhan (Daniar)
Muhammad Fatkullah (Farel)
Unggul Meidian Surya P. (Unggul)
Wildan Hamdani Yuwafi (Wildan)
Al-Karaji
Desi Lailatur Ramadani (Desi L)
Diasari Maharani Putri (Diasari)
Riski Choirur Rohma (Riski)
Sekar Alaya Roninsah (Sekar)
Pascal
Dimas Septa Yudhistira (Dimas)
Jendra  Bayu Nugraha (Jendra)
Yoni Setiawan (Yoni)
Yudha Anugrah Utama P. (Yudha)
Euler
Dwi Mufidatus Syafa'ah (Fida)
Indah Dini Lestari (Indah)
Maharani Widi Lupitasari (Maharani)
Nurima Kurnia Wati (Nurima)
Umar Khayam
Bella Karina (Bella)
Desi Dwi Murni (Desi)
Nia Agustin (Nia)
Vega Amelia Agustina (Vega)
Al-Batani
Devita Riskiyastika (Devita)
Dita Permata Sari (Dita)
Ferdila Anggun Mawarni (Anggun)
Maulina Barokatul N. (Lina)
Leibniz
Bryan Yusak Bastian (Bryan)
Harvian Bagus Dewantara (Harvian)
I Putu Aditya Darma Yuda (Adit)





~Wenny Pangetuti~