Menjelang siang kukayuh sepeda
menuju stasiun di kota tempatku berada, untuk membeli tiket perjalanan pulang
nanti sore. Dengan sistem pelayanan kereta api yang baru, aku menjadi
bingung, tak tahu-menahu cara melakukan pemesanan tiket kereta. Ternyata untuk
membeli tiket harus mengisi formulir pemesanan dulu. Itu informasi yang
kuperoleh setelah bertanya pada salah seorang perempuan, yang juga akan membeli
tiket.
“Permisi, Mbak! Itu apa ya? Apa
harus mengambil itu dulu ya?” tanyaku ambil menunjuk ke arah lembar formulir
yang dipegang oleh perempuan tersebut tatkala mengantri di depan loket.
“Oh iya, Mbak, ngisi ini dulu,”
jawab perempuan tersebut sambil mengarahkan ke arah tempat lembar formulir itu
bisa diambil.
Ketika aku mulai mengisi formulir,
ada beberapa hal yang membuatku bingung, bagaimana cara mengisi beberapa kolom
di dalamnya. Aku menoleh kesana kemari. Tak ada petugas yang membimbing dan tak
ada contoh pengisiannya. Namun, ternyata contoh pengisiannya telah tersedia di
meja penulisan formulir. Hanya saja saat itu tertutupi oleh orang yang juga
tengah mengisi formulir di meja tersebut.
Lalu kucoba beranikan diri lagi
bertanya pada seorang lelaki di sampingku, “Mas, ini bagaimana maksudnya?” Lelaki
itu pun menjelaskan dengan singkat. Aku bertanya dan mendengar penjelasan
singkatnya tanpa menoleh sedikit pun pada wajahnya. Setelah beberapa saat, baru
kusadari bahwa lelaki itu adalah...teman satu kelasku di salah satu perkuliahan
yang aku ikuti, Si Ketua Kelas. Ia melenggang pergi dengan tak acuh meninggalkanku
menuju antrian loket. Baginya aku ini siapa, yang perlu diingat. Tapi bagiku
dan teman-teman yang lain bagaimana mungkin tidak mengingatnya. Bahkan mungkin memilki
nomor handphone-nya perlu agar tak
ketinggalan informasi penting mengenai perkuliahan yang kami ikuti.
Aku masih dengan formulir itu. Karena sedikit heboh sendiri melakukan pemesanan tiket, aku nyaris kehilangan handphone. Aku meletakkanya di meja pengisian formulir lalu berlalu ke arah jadwal waktu keberangkatan kereta tanpa teringat sedikit pun pada handphone tersebut. Ketika merogoh isi tas, baru kusadari handphone-ku tak ada. Lalu berlalu lalanglah aku kesana kemari, mencari keberadaan handphone tersebut. Di meja formulir tak ada. Akhirnya, kuputuskan meminta tolong pada petugas security setempat. Alhamdulillah, ternyata ada seorang wanita yang telah menyelamatkan handphone-ku, dengan menyerahkannya ada petugas security di sana. Fiuh, alhamdulillah. Dalam hati, terima kasih kutujukan kepada mbak yang pertama kali memberi tahu prosedur pemesanan tiket tadi, pak ketua kelas dan mbak penemu handphone-ku karena hari ini telah membantuku di stasiun. :)
~Wenny Pangestuti~