June 04, 2014

Posible or Imposible?



Ia semakin tidak memahami perasaannya. Setiap kali lagu itu ia putar, maka semuanya akan identik dengan orang itu. Seolah lagu itu telah menjadi soundtrack kisahnya dengan orang itu. Kisah yang tak pernah ada sebenarnya. Kisah yang hanya bersarang dalam kotak imajinasinya belaka sebenarnya.

Kesamaannya dengan orang itu adalah orang itu duplikatnya masa silam. Masa dimana ia identik dengan keperfeksionisan; scheduler, nekad-er, percaya diri-der. Sejak masuk dalam kamar orang itu tanpa ia sengaja, ia membaca mimpi-mimpi orang itu seperti bercermin pada kaca dan ada ia di sana. Orang itu bagaikan ia. Ia bagaikan orang itu.

Tapi ia tidak dapat berharap lebih. Sebab satu, karena keluarga. Keluarganya dan keluarga orang itu sudah cukup dekat dan sudah cukup menjadi saudara tanpa harus ada pertalian yang baru. Hanya akan menjadi badai tersembunyi yang lambat laun menjadi jembatan penyekat bahkan pemisah antara dua keluarga tersebut ketika harapan baru nekad disuarakan. Hal yang tak akan diduga sebelumnya oleh semuanya mungkin, kenapa hal ini bisa terjadi, meskipun sah-sah saja terjadi. Dua, karena perbedaan pandangan hidup, walaupun ada satu hal yang membuatnya sebenarnya bisa menolerir. Orang itu masih mewarisi kereligiusan yang berarti walau tak sinergi. Tiga, karena hanya ia lakon tunggal sebenarnya dalam hal ini. Bagi orang itu mungkin ia tak ada dalam kotak cerita hidup orang itu. Tapi baginya, orang itu ada dalam narasi masa depannya. Alasan ketigalah ini yang pantas menyematkannya sebagai pemimpi ulung. Bagai punguk merindukan bulan.

Biarlah waktu yang berbicara. Semuanya masih ada kemungkinan karena bukan yang terlarang, tetapi tersekat kekolotan pemikiran dan adat istiadat warisan. Kita kembalikan pada Yang Maha Pengatur.



~Wenny Pangestuti~