June 01, 2014

Apa Kabar Dia?


Aku duduk dengan nyaman di kursi, yang dikhususkan untukku sebagai notulen dalam sebuah acara seminar. Aku menyimak betul-betul suara-suara dalam ruangan seminar itu, baik dari para pemateri maupun para peserta yang mengajukan pertanyaan. Aku mencatat poin demi poin yang penting. Begitulah, untuk beberapa saat selama berlangsungnya seminar.

Tatkala aku sedang berelaksasi dari kondisi monotonku, tiba-tiba pandanganku mengarah tak sengaja pada sosok yang berada di antara kursi peserta. Dia.

“Apa kabar dia?” dalam hatiku. Lama tak menjumpainya. Namanya bak hilang ditelan bumi. Tak ada yang mengetahui keberadaannya ketika aku bertanya pada setiap orang yang kujumpai, yang juga mengenalnya. Padahal ia adalah sosok yang fenomenal dan terkenal pada masanya. Masa ia berjaya dengan ketokohannya yang kontroversi. Ia adalah sosok yang vokal menyuarakan aspirasinya di tengah kami, rekan-rekanya. Namun, kevokalannya tak menjadikan ia sebagai sosok yang dicintai oleh lingkungannya. Ia banyak ditentang, dihujat dan lambat laun diacuhkan dalam pergaulan. Begitulah realita seringkali tak berpihak pada keidealisannya sekalipun itu adalah kebenaran.

Tak berlama-lama menoleh ke arahnya, aku memainkan kembali peranku sebagai notulen. Begitulah selanjutnya hingga waktu seminar usai. Kutoleh kembali ke arahnya tadi berada. Tak ada. Kursinya telah kosong. Dia sudah meninggalkan ruangan terlebih dahulu. Aku beranjak dari kursiku, setengah berlari menuju ke arah pintu keluar gedung seminar tersebut. Kulihat ke segala penjuru pelataran gedung tersebut, tak ada. Dia tak ada.

Tiba-tiba, sebuah tangan menepuk bahuku dari belakang.
“Ren, ngapain?” Temanku yang juga turut andil dalam seminar tadi. “Yuk, udah ditunggu sama teman-teman di dalam. Makan-makan.”

Ku balas dengan senyum kecil, "Duluan saja. Aku nyusul." Kembali kulihat ke arah pelataran gedung yang perlahan kian sepi ditinggal peserta seminar yang berlalu. Tak ada sosoknya. Tak lagi menjumpainya. Entah hari lain.


~Wenny Pangestuti~