Seharian ini
aku resah. Menunggu. Aku hanya sedang menuggu satu hal. Bapak sudah di rumah. Sms
itulah yang kuberharap segera muncul di layar HP-ku. Setiap kali sms datang di
HP-ku, berharap nama Bapak-lah yang
muncul. Tetapi semakin ditunggu, semakin diharapkan, tak jua muncul-muncul.
Pagi
berganti siang. Siang berganti sore. Akhirnya nama Bapak muncul di kotak inbox HP-ku. Kubuka.
Pinjam HP temanmu
bpk mau telpon
Seketika itu
aku beranjak dari tempat tidur dan keluar kamar, mencari keberadaan temanku.
Ternyata temanku sedang shalat Ashar. Kutunggu hingga usai. Setelah tolehan
salamnya ke arah kiri, kupanggil namanya, “Mbak Fika!”
HP temanku
bernomor Telkomsel sama dengan bapakku, sedangkan aku menggunakan nomor
Indosat. Sehingga wajarlah jika bapak ingin menelponku, beliau memintaku
meminjam HP temanku bernomor Telkomsel.
Kutunggu HP
temanku hingga berdering. Lalu muncullah panggilan dari nama bapaknya ukh Wenny. Hah, gawat! Baterai
HP-nya low level. Sambil tetap
membiarkan HP itu berdering, aku mencari keberadaan charger HP untuk menyambung nyawa HP temanku agar bertahan hidup
lebih lama ketika pembicaraanku dengan bapak berlangsung.
Terpaksa aku
cabut charger dari HP temanku yang
lain, yang juga tengah di-charge,
kusambungkan pada HP yang tengah kugenggam. Langsung kupencet tombol hijau dan
“Hallo, Bapak?”
Aku tidak
tahu apa yang dipikirkan teman-teman sekontrakan ketika mendengarkan aku
ditelfon bapak. Yang keluar dari mulutku berulang-ulang tak lebih dari sekedar
kata, “Iya...”, “Iya...”, dan “Iya...”.
Ternyata
seharian menunggu sms dari bapak, berakhir tidak lewat dari satu menit. Singkat
dan sangat singkat. Singkat, namun menguasai penuh isi jiwaku dengan satu kata,
Sedih. Pembicaraan itu berakhir
dengan kesedihanku yang airmata pun tak sudi keluar membasahai pipi, tertahan,
sesak dalam dada sehingga tak seorang pun mengetahui apa yang sebenarnya
terjadi padaku.
*Ditulis 29 November 2013
~Wenny
Pangestuti~