Aku kembali
lagi untuk yang kesekian kali di tempat itu. Aku terduduk kembali di sofa itu.
Kutengok ke arah jendela yang menawarkan pemandangan halaman dalam tempat itu.
Sepi. Meskipun sebenarnya ada mereka.
Dalam
pandangan yang lama menatapnya, melintaslah anak itu bersama kedua temannya.
Tidak masalah bagiku melihatnya dari balik kaca jendela itu karena ada kelambu putih
terawang yang akan mengaburkan pandangan orang yang berada di luar ruangan
tersebut. Tetapi ia tahu. Ia menoleh persis saat melewati depan pintu. Apakah
tolehannya seiring dengan ingatannya kepadaku? Apakah tolehannya kebetulan dan
tak bermakna, atau justru sebaliknya, punya maksud dan bermakna?
Telah satu
tahun berlalu. Ketika aku masih berdua saja di markas khusus itu, tiba-tiba
datanglah seorang anak laki-laki. Ia tidak tahu bahwa sekolah hari ini libur.
Ia kemarin tidak masuk. Lalu minta tolonglah ia kepada kami untuk
mengantarkannya pulang. Tentu bukan aku yang bisa mengiyakan, tetapi temanku sebab
aku tak dapat mengendarai sepeda motor. Sudah, selesai ceritanya. Ia hanya
seorang siswa yang ketinggalan informasi saja.
Tetapi
ternyata belum selesai. Aku menjaga ujian tengah semester. Di kelasnya. Tidak
ada masalah. Saya lebih sering memperhatikan yang lain, yang bergelagat aneh
karena untuk ketidakjujuran. Dia tak masalah. Ia diam di tempat, tanpa kisruh,
pandangannya tak terlepas dari kertas ujian dan lembar jawaban. Sudah.
Di markas
khusus, mungkin akulah orang yang paling sering melihat ke arah jendela. Apa
yang ditawarkan di luar jendela jauh lebih menarik dibandingakan melihat
seluruh penjuru ruangan itu. Dari jendela itulah, satu, dua dan banyak kali,
aku menyadari ada sesuatu. Penasaran. Mencari tahu. Mencari jawaban makna atas
semua itu.
Anak itu
selalu menoleh. Tanpa senyuman. Tanpa ekspresi tertentu. Pandangan datar dan
wajar. Ke arahku. Mungkin ini persangkaanku belaka.
Tiga bulan
berlalu, aku sudah tidak menempati markas itu. Tetapi aku masih perlu ke
sekolah itu. Aku terduduk di sekitar halaman dalam. Menunggu. Dalam penantian,
pandanganku menyoroti setiap dimensi halaman dalam tersebut hingga sampai pada
satu kelas. Di jendelanya ada sesuatu yang mengusik pandanganku. Seorang anak
laki-laki terduduk tepat di samping jendela di dalam kelas. Menoleh ke arahku.
Aku mencari
jawaban makna atas semua itu. Apa itu kebetulan yang tak bermakna, atau justru
sebaliknya, yang punya maksud dan bermakna.
Hingga
sekarang pun aku tak tahu.
~Wenny
Pangestuti~
* Ditulis Juli 2014