Duk...duk...duk...! “Siapa di dalam?”
“Aku, Dek.” Mendengar suaraku saja, adik kosku sudah
bisa menerka siapa ‘aku’.
“Masih lama, Mbak? Saya tiga puluh menit lagi ada
jadwal kuliah.”
“Ini baru masuk, Dek.”
“Cepetan ya, Mbak.”
Huh, selalu saja seperti itu. Tidak
berubah-berubah. Ia pikir kamar mandi ini punya ia seorang. Kenapa ia tak
belajar dari pengalaman yang sudah berkali-kali terjadi. Begitulah, gerutuku
dalam hati, melihat tingkah adik kosku itu yang seringkali senewen soal kamar
mandi. Kenapa tak bermenit-menit yang lalu ia bergegas saat kamar mandi kosong
tak terpakai dan selalu masuk di waktu yang amat mepet sekali dengan jadwal
kuliahnya. Tak tahukah bahwa aku juga punya kepentingan di kamar mandi yang tak
bisa ditunda.
Duk..duk...duk...! “Mbak,
cepetan...!” Hah, dia masih setia mengantri. Padahal perutku masih mual. Kalau
satu dua kali kejadian seperti ini, aku masih toleran. Tetapi ini berkali-kali,
bahkan hampir setiap hari. Tak belajarkah ia dari pengalaman? Inilah masalah
manusia yang sangat kubenci, tidak disiplin!
Duk...duk..duk..! “Mbak...!” Huh,
baiklah, baiklah. Lalu, aku keluar dan berkata, “Dek, kamu gak usah otoriter ya
sama kamar mandi. Ini kamar mandi bukan punya kamu seorang. Jadi, tolong belajar lebih disiplin lagi, OK!.” Selesai. Aku
meninggalkannya yang berdiri termangu tak percaya. Lega.
~Wenny
Pangestuti~
* Ditulis 21 Agustus 2014