October 24, 2014

Perahu Kertasku


Jika di dunia fiktif, Dee berhasil menghadirkan sosok Kugy dengan dunia menulisnya, maka di dunia nyata, Allah telah mengadakan sosok Wenny juga dengan dunia menulisnya.

Siapa yang menduga bahwa aktivitas menulis menempati ruang spesial dalam hatiku. Masih kuingat memori-memori dari kecil hingga beranjak remaja hal-hal yang semakin lama, semakin menanamkan akar cintaku pada aktivitas menulis.
Dari penuturan bapak dan ibuku, ketika ‘mudhun lemah’, aku memilih buku dan pulpen. Ketika balita, aku pernah membuat ulah. Buku pembukuan bapakku, kucorat-coret semauku. Tentu saja bapak yang bertugas sebagai juru tulis di kantor harus merekap ulang hasil kerjanya dan aku diberi buku secara khusus untuk bercorat-coret semauku itu.
Ketika kelas V SD, aku mendapatkan diary mini pertamaku. Aku rutin menulis di lembar demi lembar buku itu setiap harinya hingga genap satu tahun. Dari sanalah, aku menjadi ketagihan untuk terus menulis diary. Mengganti buku demi buku diary apabila telah terlewat habis halaman kosongnya. Seringkali aku terpesona melihat pajangan buku-buku diary di etalase toko. Berharap dapat memilikinya satu.
Sampai sekarang aktivitas menulis diary tetap berlangsung. Bagiku, menulis diary sama halnya update status-ku. Aku bisa update status tanpa kamuflase harapan mendapat like atau comment orang lain.
Ketika kelas VIII SMP, aku memiliki lima teman dekat yang kami menyebutnya sebagai The Errors. Dengan The Errors-lah, aku mempunya diary bersama. Ada Red Book, Green Book, Blue Book, Brown Book sesuai dengan warna sampul bukunya. Setiap tiga hari berturut-turut buku diary bersama itu beralih tangan pada masing-masing dari kami.
Sebelum aku menyadari aku mencintai ‘menulis’, aku terlebih dulu menyadari mencintai ‘membaca’. Bapak dan ibuku memang tak pernah rutin membelikan aku dan adikku buku bacaan. Namun, di mana ada buku bacaan, di situlah aku selalu tertarik. Siapa pun yang mempunyai buku bacaan, kepadanya-lah aku akan meminjam. Aku bersyukur di SMP-ku, perpustakaan benar-benar ‘hidup’. Aku kerap kali meminjam buku di sana. Buku yang sering kupinjam adalah kumpulan novel Sapta Siaga karya Enid Blyton, Harry Potter karya JK Rowling, kumpulan novel atau cerpen terbitan DAR! Mizan dan kumpulan novel Putri Huan Zhu.
Bersama The Errors juga-lah, aku mempunyai kebiasaan unik. Setiap selepas hari terakhir ujian semester, kami berduyun-duyun ke toko penyewaan komik dan novel. Masing-masing dari kami menyewa buku-buku favorit kami. Buku-buku yang sering kami pinjam adalah kumpulan komik Detektif Conan, Detektif Kindhaici, Miiko, kumpulan novel Lupus, novel-novel karya Agatha Christie dan masih banyak lainnya. Di antara semua bacaan kami, yang paling favorit dan sering menjadi tema obrolan kami adalah novel-novel Harry Potter.
Sebagaimana Kugy yang mempunyai radar untuk menemukan Keenan, aku pun juga mempunyai radar untuk me-stimulus aktivitas menulisku. Radar itu adalah kehidupan itu sendiri. Kehidupan yang kubaca, kulihat, kudengar, dan kurasakan. Kehidupan yang selalu menampilkan beragam fenomena dari hal besar hingga hal yang sangat sederhana sekalipun. Kehidupan yang bergerak, berbicara, menjadi sumber inspirasiku untuk menyulam makna yang terpilin dengan sendirinya dalam ruang pikirku. Yang kadang sulit kubahasakan dengan lisan, namun terjalin dalam kata-kata tulisan.

Menulis telah menjadi healing bagiku. Dengan menulis aku merasa menjadi lebih baik di saat menjadi buruk, merasa lebih tenang di saat merasa takut, resah, dan sedih.


~Wenny Pangestuti~

Jember, 22 Oktober 2014 
06.02 WIB