February 08, 2014

Rona di Perpustakaan [Sejak Kapan?]



Angin berlalu dengan lembutnya, tanpa mengusik ketenangan sejumlah mahasiswa yang asyik berselancar di dunia maya dengan memanfaatkan layanan WiFi kampus. Di sudut belakang gedung Perpustakaan Pusat tak ketinggalan Rona memainkan jarinya di atas keyboard laptopnya. Sesekali terdiam sambil menopang dagu atau menenggelamkan wajahnya dalam lengannya. Pusing. Atau juga bingung.

Perpustakaan menjadi tempat favoritnya dalam enam bulan terakhir ini, di ujung perjalanan kuliah, menyelesaikan tugas akhirnya. Beragam aktivitas mewarnai kehidupannya di tempat itu, mulai dari sekedar meminjam-mengembalikan buku di ruang sirkulasi, di lantai dua; mencari, membaca, atau mengutip tinjauan pustaka laporan penelitian mahasiswa-mahasiswa yang telah terdahulu, di ruang koleksi laporan tugas akhir, di lantai tiga; membaca novel saat kejenuhan menerjang di tengah mengerjakan tugas akhirnya di ruang tandon, di lantai tiga; atau mencari referensi via internet di Hot Spot Corner, di lantai satu.

Sekilas tidak jauh berbeda dengan mahasiswa pada umumnya yang tengah mengerjakan tugas akhir. Namun, siapa sangka Rona tidak mengagap dunia semonoton itu atau lebih tepatnya tidak membiarkan dunianya biasa-biasa saja. Aktivitas boleh sama, tapi rasa dan memaknainya yang berbeda. Begitulah semboyan yang tepat.

Rona tidak pernah mengabaikan dengan siapa ia berinteraksi ketika melakukan prosedur dalam perpustakaan, baik dengan bapak satpam yamg menyapa pertama kali di pintu gerbang, petugas registrasi , petugas kunci loker, petugas pengembalian, petugas penanggung jawab denda buku, petugas peminjaman buku, maupun penjaga ruang laporan tugas akhir. Sekalipun tidak ada percakapan istimewa di antara meraka, selain “Masih mau masuk ke dalam atau nggak?” atau”Taruh saja sana..!” Ia telah mengenal betul orang-orang di perpustakaan itu, wataknya, gaya penampilannya, hingga cara berinterkasi yang baik dengan masing-masing personal, hanya demi mengurangi ‘konflik’ di antaranya. 

Berbicara konflik, mungkin terdengar terlalu berlebihan. Konflik di sini bukanlah pertikaan fisik atau pertengkaran mulut. Sama sekali tak ada kaitannya dengan itu dan tidak pantas untuk keadaan perpustakaan yang tenang. Konflik di sini hanya istilah konotasi Rona yang seringkali senewen dengan salah seorang petugas perputakaan. Sebut saja dia Si Dingin Menarik. Si Dingin Menarik. Dingin karena acapkali ia bersikap dengan dingin, judes, tanpa senyum bahkan tak jarang ia berbicara dengan nada tinggi. Menarik karena dari sekian sikap negatif, dingin dan judes adalah karakter yang menarik perhatian Rona. Ia senang dan terkadang penasaran dengan orang yang memperlakukannya dengan dingin dan judes, sama sekali tak bermanis muka. Itu berarti ia tak istimewa di mata orang tersebut. Ia bersikap apa adanya pada siapa pun, termasuk dia. Begitulah Si Dingin Menarik. Ia bersikap demikian pada siapa pun mahasiswa. Itulah mengapa, untuk berinteraksi dengan Si Dingin Menarik, Rona mempersingkat waktu, dan berbicara singkat, tanpa memasang wajah lugu, yang hanya akan mengundang terkaman nada tingginya. Tak perlu menunggu satu menit, Rona mengakhiri interakasi dengan Si Dingin Menarik secepat mungkin. Kebetulan Si Dingin Menarik acapkali melayani di meja peminjaman buku atau meja pengembalian buku.

Pernah suatu ketika perpustakaan menyediakan kotak saran untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Setiap pengunjung perpustakaan di harapkan mengisi kuesioner yang telah tersedia lalu memasukkan ke kotak saran tersebut. Rona mengisinya tidak lebih hanya ingin melampiaskan kritik kepada hanya satu orang, yaitu Si Dingin Menarik.

Dalam kesempatan yang lain, ketika lama bagi Rona tidak mengunjungi perpustakaan, ia dibuat tidak percaya dengan perubahan Si Dingin Menarik. Ketika ia hendak memperpanjang peminjaman buku, yang seharusnya menuju meja pengembalian untuk konfirmasi, ia tak sengaja langsung masuk ruang sirkulasi. Setelah melewati pintu masuk ruang sirkulasi, barulah ia menyadari ada yang salah. Ia seharusnya ke meja pengembalian untuk memperpanjang peminjaman buku. Ia berbalik menuju meja pengembalian. Si Dingin Menarik yang bertugas. Rona pikir ia akan mendapat respon dingin dengan teguran yang menyakitkan hati, tetapi tanpa menoleh, Si Dingin Menarik tersenyum geli dan berkata, “Kenapa? Lupa ya?” Hah!?! Rona membalas dengan senyum meringis mengiyakan, dengan pikiran tak menduga akan mendapat respon seperti ini. Si Dingin Menarik melanjutkan, “Masih mau masuk ke dalam atau nggak?” Kali ini dengan nada yang ramah. Hah, benarkah ini? Apa aku sedang beruntung hari ini? Begitulah pertanyaan dalam hatinya. Sejenak ia mengabaikanya. Mungkin benar ia sedang beruntung saja hari ini. Si Dingin Menarik sedang good mood, mungkin.


Hari lain, ia kembali hendak memperpanjang peminjaman buku. Lagi-lagi Si Dingin Menarik yang bertugas. Ada perkembangan dalam kalimatnya. “Ada apa, Dek?”  Dek? Sejak kapan panggilan itu? batin Rona.


“Memperpanjang ,” jawab Rona singkat.


“Masih mau masuk atau gak, Dek?”


“Masih mau masuk.”



Semua pertanyaan ia lontarkan dengan intonasi yang manis, disempurnakan dengan embel-embel ‘Dek’. Ketika Rona sudah membalikkan badan, melangkah masuk ke ruang sirkulasi, Rona hanya bisa bertanya pada dirinya sendiri dengan keheran-heranan berulang-ulang kali. Sejak kapan? Sejak kapan? Dan, Sejak kapan?




~Wenny Pangestuti~

No comments :