Burung kertas itu berayun-ayun menggantung di bawah
seutas benang putih yang terikat di kayu ventilasi atas jendela. Angin
sepoi-sepoi merasuk dari luar melalui jendela kamar yang terbuka lebar. Dodo
masih menerawang, menatap langit sore yang mulai keemasan. Tangannya bertopang
di dagunya. Sesekali menyandarkan diri di punggung kursi sambil memainkan pulpen
di tangan kanannya.
“Aku masih tidak mengerti dengan maksud mbak itu,”
kata-kata itu mengulang-ulang dalam benak pikirnya. Sudah beberapa kali ia
mengamati pola tingkah ‘aneh’ kakak angkatan kuliahnya. Mbak Senja, mahasiswa
semester IX. Belakangan ini mbak Senja sering kedapatan pergi ke pinggiran
sungai yang tidak jauh dari tempat kos Dodo.
Saat itu tak sengaja Dodo keluar pagar kosnya, ia
mendapati siluet seorang wanita bergamis dan berkerudung membelok ke arah
turunan menuju sungai. Belokan itu berjarak beberapa rumah dari tempat kos
Dodo. Tadinya Dodo tak ingin merespon, tapi rasa penasarannya terlalu kuat untuk
mengusiknya, mengikuti wanita itu.
Sesampainya di turunan paling bawah, ia sudah mendapati
wanita itu berjongkok di atas sebuah batu besar. Terlihat tangannya seolah telah
menghanyutkan sesuatu. Ternyata tak jauh dari tempat ia berjongkok, sebuah
perahu kertas berlayar mengikuti aliran sungai.
Dodo mengamati beberapa detik kemudian ia menoleh kembali
ke wanita itu yang masih berjongkok memunggunginya, melihat perahu kertasnya
berlayar semakin menjauh.
“Mbak! Ngapain?” Senja yang tidak menyadari diikuti oleh
Dodo sedari tadi sedikit terkejut mendengar sapaan itu. Ia menoleh.
“Hah, Dek, saya kira siapa?” Senja memegang dadanya yang terasa
degupan jantungnya berdetak kencang karena terkejut tadi.
Dodo malah tersenyum lebar, melihat keterkejutan Senja. “Ceritanya
niru Perahu Kertas nih!” Ia berjalan
perlahan menghampiri Senja. Senja menjadi tidak enak dengan keadaan itu.
“He...ingin melepas kegundahan saja!” ia bergegas
berjalan kembali menuju tangga yang tadi ia turuni, menjauhi Dodo. “Lagian sampeyan ngapain ke sini. Kalau kelihatan
orang nanti salah paham. Saya gak mau
terlihat berdua-duaan. Permisi!
Saat Senja menginjakkan kaki di tanjankan kedua, Dodo berseru,
“Mbak!” Senja berhenti dan menoleh.
“Terus terang saya tertarik.”
Senja mengernyitkan kening tak mengerti. “Tertarik apa?”
“Tertarik dengan apa yang pean lakukan.” Senja menghela napas dan bergegas membalikkan badan
lalu pergi meninggalkan Dodo sendirian.
Dodo menatap siluet Senja dari belakang hingga hilang
dari pandangan di ujung belokan menuju jalan. Lalu ia membalikkan badan,
melihat ke arah sungai, perahu kertas tadi telah tak nampak .
~Wenny Pangestuti~
No comments :
Post a Comment